SIAPA bisa menebak isi hati Suhita? Tiba-tiba saja ia menjatuhkan titah yang membuat para nayaka, sentana dan punggawa kerajaan Majapahit dalam pasewakan agung di Bangsal Sasana Sewaka Kutaraja Trowulan tersentak kaget.
Maharani Suhita yang bernama Abhiseka Sri Ratu Ayu Kencanawungu menjatuhkan titah: Ratu Angabhaya Majapahit, Bhre Narapati akan dihukum mati!
Semua tahu, Bhre Narapati yang tertunduk menyembah di hadapan duli sang puteri Mataram adalah pahlawan Perang Regreg yang telah berjasa menyelamatkan kerajaan dari kehancuran. Dengan sabetan kerisnya, ia memenggal kepala Bhre Wirabhumi, Raja Kedaton Wetan dan pemimpin pemberontak.
BACA JUGA:Natural atau Teknik Filter: Membincang Kepedean Gus Imin dalam Bursa Pilpres 2024
Kalau tidak ada Bhre Narapati, Majapahit mungkin sudah runtuh sejak lama. Perang Regreg, seperti namanya, selain menghancurkan, merugikan, sekaligus menjengkelkan.
Maju mundur tak henti-henti, berlarut-larut. Kadang tenteram, kadang pecah pertempuran. Kadang di kulon, kadang di wetan. Kadang di Kuta, kadang di Karang Pradisan.
Peperangan berlarut telah mengikis habis energi kerajaan yang pernah menguasai tujuh samudera itu. Pemerintahan carut marut, sandang pangan rakyat tidak terurus, faksi politik saling jegal menjegal, pranata hukum diperjualbelikan oleh para penegaknya.
BACA JUGA:Kisah Hidup Huang Che Ming
Seluruh energi kerajaan dipusatkan untuk meredam kobar api perlawanan dari Kedaton Wetan. Orang-orang dari Kejuruan Lumajang, Bayu, Wirabhumi hingga tlatah Blambangan yang terbukti semakin hari semakin besar.
Mungkin sudah saatnya, kata para muni dan bijak, kerajaan ini membayar kesalahan masa lalunya. Mungkin memang sudah seharusnya kerajaan ini terbelah menjadi dua.
Mungkin sudah saatnya karma membalaskan ingkar janjinya Prabu Kertarajasa Jayawardhana pada Arya Wiraraja untuk membagi Majapahit antara trah Tumapel dan Lumajang sebanyak sigar semangka, alias separuh-sama besar.
BACA JUGA:Kaesang Masuk Kandang Lawan
Namun memang orang-orang Kedaton Kulon, yang membanggakan diri sebagai pewaris tetesan darah Singhasari, bersikeras bahwa Majapahit haruslah tetap satu. Yang kekuasaannya membentang dari ujung timur hingga barat nusantara.
Meskipun tanpa sadar, dengan konflik berkepanjangan ini, satu-persatu wilayah kekuasaan Majapahit mulai melepaskan diri. Bahkan Palembang kini sudah jatuh ke tangan penyamun Malaka.
Namun, kobaran api Paregreg memang terbukti sangat sulit dipadamkan. Peperangan telah berlangsung lintas generasi. Tidak ada tanda-tanda padam semenjak mangkatnya Prabu Wikramawardhana.