Puncak peringatan Hari Malaria dilaksanakan di Ibu Kota Negara (IKN) pada 15 Juni 2023 lalu. Dalam peringatan itu Indonesia akan bebas dari Malaria pada 2030.
Meski demikian, target tersebut sulit diwujudkan karena pemberantasan Malaria termasuk indikator kesehatan nasional yang berpotensi tidak tercapai.
Menteri PPN / Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, dalam rapat dengan DPR pada 15 Juni 2023 mengatakan bahwa eliminasi malaria masuk dalam indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kesehatan yang beresiko tidak tercapai.
BACA JUGA:Menekan Angka Kecelakaan Perlintasan Kereta Api, Penerobos Palang Pintu Harus Dihukum
BACA JUGA:Pemerintah Tetapkan Idul Adha 1444 H Jatuh pada 29 Juni 2023
Hal itu didasari eliminasi malaria baru sebesar 372 per kabupaten/kota pada 2022, padahal target tahun 2024 adalah sebanyak 405 per kabupaten/kota.
Kemenkes akan mengevaluasi dan melakukan kajian yang mendalam kembali. Berdasarkan data Kemenkes, terdapat 415.140 kasus Malaria di Indonesia pada 2022. Jumlah tersebut melonjak 36,29 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang berjumlah 304.607 kasus.
Dilansir dari laman resmi Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), peringatan ini sebagai pengantar kajian ilmiah mendalam mengenai dampak perubahan hutan menjadi kota terhadap habitat dan pola hidup vektor nyamuk penular malaria.
BACA JUGA:Desta dan Natasha Riski Resmi Bercerai Setelah 10 Tahun Menikah
BACA JUGA:Coldplay Sayang Singapura, Tambah Jadwal Konser Jadi Lima Hari
“Kajian dampak lingkungan pada kesehatan ini tentu bukan hanya untuk malaria saja, tetapi berbagai aspek perubahan lingkungan dari hutan menjadi kota dan kaitannya dengan konsep pendekatan “One Health” yang menyelarasikan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan,” ungkap Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof. Tjandra Yoga Aditama.
Pria yang juga Guru Besar FKUI itu menambahkan Indonesia ketika memegang presidensi G7 sudah berhasil dengan Policy Brief One Health G7.
“Kesuksesan kita di dunia Internasional tentu perlu diimplementasikan secara nyata di dalam negeri, termasuk dalam pembangunan Ibukota Negara Nusantara ini,” ujar Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.(Rafif Rayhaan R)