Dalam penjurian wilayah 3, perencanaan adalah segalanya. Keputusan diambil setiap jam yang bakal mempengaruhi rute, alur, tempat, target orang, dan suasananya yang ingin dicapai dalam sebuah penilaian.
Jadi, saya sudah biasa untuk ‘menggantung’ para personel kodim yang menelpon.
“Pak, izin kami dari Kodim Bondowoso. Ingin menanyakan teknis penilaian Besok.”
“Izin kami dari Kodim Situbondo. Mohon info format penilaian lomba babinsa inspiratif,”
“Selamat sore, Pak Taufik. Apakah sudah ada info soal penilaian Kodim Banyuwangi?”
PERSIAPAN penjurian sedang dibahas di Koramil 0821/02 Sukodono, Kodim Lumajang.-Syahrul Rozak Yahya-
Begitu bunyi pesan-pesan yang masuk ke HP saya. Belum lagi yang menghubungi lewat telepon. Saya paham kultur TNI itu sangat detail, teknis, dan hierarkis. Dalam bahasa Peltu Adi Winarto, bati Puanter Kodim Pasuruan, setiap bawahan harus bisa menjawab ketika ditanya atasan atau komandannya.
“Misalnya nih ya, Komandan tanya, Pak Taufik dan tim juri sudah sampai mana? Terus saya jawab,” kata Peltu Adi memperagakan jari-jari memencet tombol HP, “Ijin, masih saya tanyakan, Komandan. Wah, itu kita sudah malu. Ibaratnya tidak kompeten menguasai persoalan.”
Ketua Tim Juri 3 Taufiqur Rahman berfoto bersama Bintara Edy, Pasiter Kodim Jember Kapt Arm Hendra Faizar, dan ortu atlet renang klub pelangi kencong.-Syahrul Rozak Yahya-
Tapi mau bagaimana lagi. Kami masih di Lumajang, maka yang saya pikirkan adalah Lumajang. Lainnya harus menunggu, tidak peduli desakan. Karena apa yang dibutuhkan hari ini, dipikirkan hari ini.
“Walaikumsalam, baik bapak. Mohon izin kami sedang melakukan penilaian di Sumberbaru, Kencong, Jember. Untuk Situbondo mohon bersabar. Segera kami infokan,” begitu tipikal jawaban saya pada para staf ter kodim.
Termasuk ada kejadian yang tidak bisa diprediksi. Misalnya seperti hari kedua, 17 Mei 2023. Dua Babinsa Lumajang yakni Serka Pribawono dari Senduro dan Serka Heri Lesmono di Dawuan Lor berjalan sesuai rencana. Pukul 12.30 WIB kami sudah bisa lepas dari Lumajang dan meluncur ke Selatan menuju Jember.
Namun, target operasi selanjutnya yakni Serka Edy Suyono, Babinsa Desa Kraton, Kencong, Kabupaten Jember mendadak minta pindah tempat. “Izin, kolam renang yang di Kencong ternyata sedang diperbaiki. Bagaimana kalau pindah ke sini,” tung, sebuah lokasi muncul di kolom percakapan. Yosowilangun, Lumajang bagian tenggara.
“Wah, lokasinya malah di selatan Kota Lumajang,” kata Pak Yusuf Ernawan yang jadi navigator sepanjang penjurian ini. “Oh bagus pak. Kita bisa hemat waktu,” jawab saya.
“Jadi babinsa Jember tapi penilaiannya di Lumajang?” kata Pak Yusuf sambil mengangkat alis. Saya tidak menjawab, sibuk memacu Honda B-RV ke selatan.
Tidak apa-apa, toh yang penting bukan tempat tapi substansi kegiatannya. Dan Pak Edy ternyata tidak mengecewakan. Di kolam renang ‘cadangan’ Al-Azhar, pak Edy menunjukkan kebolehan sekitar 20 an anak didiknya yang tergabung dalam Kelompok Renang Pelangi.
Kelompok ini terdiri dari anak-anak SD mulai dari kelas 2 hingga kelas 6 yang sudah mahir berenang dan menyelam dengan berbagai gaya. Di bawah pelatihan Edy, kelompok ini sudah mengamankan tidak kurang dari 150 an medali.