SETELAH mandi dan membersihkan diri, kami pamit dari Bangsring dan dilepas Pak Nurhadi dan Pak Kadek. Keduanya lah yang telaten menemani dari kemarin malam sampai pagi ini.
Mobil Honda BR-V meluncur stabil ke arah selatan. Menuju Kota Banyuwangi. Saat asyik cebar-cebur tadi, Pak Yusuf pamit meluncur Banyuwangi duluan untuk menemui salah satu narasumber bakal desertasi doktoral nya.
Kami menjemput beliau di depan Lapas Banyuwangi. Lantas menggeber Honda BR-V lagi ke selatan. Menuju Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi. Daerah di selatan Bandara Blimbingsari.
Para pejabat Kodim 0825 Banyuwangi memilih untuk menyambut kami di sana. Ada pejabat Pasiter saat itu Kapten Edi Supriono, Danramil Blimbingsari saat itu, Lettu Misdari, serta Sertu Widi Hidayat bersama kelompok tani Banyu Urip Desa Watukebo.
Tim juri 3 berpose di dekat Tugu Watudodol Banyuwangi menandai selesainya proses penilaian Brawijaya Awards wilayah tapal kuda.-Istimewa-
Kami disambut di bawah pohon rindang depan halaman rumah Ketua Poktan Mochammad Sayidi. Kami pun dipersilahkan bersantap siang dengan masakan khas desa dan pala pendem sebagai pendampingnya.
Kelompok Banyu Urip sendiri menyuplai pupuk organik yang dibuat dari limbah kotoran sapi. Yang ‘pabriknya’ hanya beberapa meter di belakang kami. “Coba pak, tidak bau kan sekitar sini. Kami pakai coco peat (serbuk sabut kelapa) untuk pengolahan limbahnya,” jelas Pak Sayidi.
“Wah kalau kemarin-kemarin, kami tegang terus karena baunya yang mengganggu tetangga,” jelas Sayidi.
Pupuk Organik Banyu Urip ini sekarang populer di kalangan petani. Sehari bisa memproduksi 1 ton pupuk. Di samping pabrik terlihat berjejer tumpukan karung berisi pupuk. Dengar-dengar, sengaja ditumpuk sampai juri Brawijaya Awards pulang. Setelah itu akan habis dikirimkan ke pembeli. Mereka ingin menunjukkan pupuk organik produksi mereka.
Perjalanan menuju lokasi penjudian di Duwuhan Lor, Lumajang.-Syahrul Rozak Yahya-
Pak Pasiter dan Danramil sendiri ternyata pelanggan pupuk organik Banyu Urip. Mereka berdua bertani buah naga. Sambil cerita juga tentang buah naga.
“Kalau buah naga itu kita kasih lampu sorot pak. Biar tumbuh terus. Jadi kita menipu tumbuhan agar dia pikir siang terus, jadi dia tumbuh terus,” tutur Kapten Edi.
“O berarti itu penipuan, ndan,” celetuk saya.
Disambut tawa seisi halaman.
Selepas dari Watukebo, tim rencananya akan berpisah. Namun ternyata tiket kereta api ke Surabaya sudah habis. Pak Yusuf pun berjuang mencari travel agen yang mau membawanya dari ujung timur Pulau Jawa ke Surabaya.
“Begini saja, saya antar semuanya ke Situbondo. Dari sana nanti banyak kendaraan yang menuju ke Surabaya.”
Anggota tim setuju. Rencananya, saya akan bawa Honda BR-V pulang ke rumah saya di Bondowoso. Saya akan mengambil rehat 1 hari sebelum meluncur ke Jember untuk menilai Sertu Uyun Salrofi’u dan Kopka Budi Rinarto di Pasuruan. Dua babinsa yang terlewat saat penjurian sebelumnya.