SURABAYA, HARIAN DISWAY – Mata Najwa on Stage hadir dalam rangkaian acara Festival Generasi Happy Surabaya Sabtu malam, 12 Agustus 2023.
Gak Gengsi Jaga Tradisi jadi tajuk utama yang dibahas oleh narasumber Mata Najwa on Stage. Mulai dari komika Arie Kriting, sineas Bayu Skak, dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Tentunya dipandu presenter Mata Najwa, Najwa Shihab.
Bagi Najwa Shihab, menjaga tradisi tidak mudah. Karena di arus global memungkinkan Generasi Z mengakses hiburan dari berbagai negara dengan sangat mudah. Membuat mereka semakin gengsi untuk menyukai budaya negeri sendiri.
BACA JUGA: Pesan Najwa Shihab untuk Jurnalis Perempuan: Jangan Melulu Liputan Traveling, Ambil Yang Lebih Hard!
’’Banyak Gen Z yang merasa tidak keren jika tidak menggunakan produk asing. Tidak keren jika tidak menggunakan aksen Inggris dalam berbicara sehari-hari,’’ kata Najwa Shihab.
’’Hingga pada titik, ketika menyatakan perasaaan cinta ke pasangan harus menggunakan ’I love you’ atau ’I miss you’,’’ kata putri ulama Quraish Shihab tersebut.
Najwa menambahkan, bicara soal tradisi bukan hanya tentang bahasa, ritual, tari tarian, pakaian adat, atau lagu saja.
’’Tetapi juga soal perilaku. Bagaimana kita berinteraksi, bagaimana kebijakan dalam melihat sesuatu,’’ jelas Najwa. ’’Dan semua itu tak cukup dilestarikan hanya lewat buku maupun internet, melainkan harus lewat diskusi,’’ lanjut dia.
Dalam diskusi tersebut, dibahas seberapa potensial sebenarnya pelestarian tradisi yang dikemas melalui industri kreatif.
BACA JUGA: Menparekraf Sandiaga Uno Apresiasi Capaian Dzaki Wardana di Trans Am Bike Race
Sandiaga Uno mengatakan, bahwa hal itu jadi sumber peluang untuk memperluas penciptaan lapangan kerja.
’’Berkat peran dari karya anak bangsa melalui film, musik, maupun UMKM, Indonesia kini berada di peringkat 3 dunia dalam industri ekonomi kreatif. Dengan capaian 24 juta lapangan kerja di tahun 2024,’’ papar Sandiaga Uno.
Namun apa yang perlu dilakukan guna memasukkan unsur-unsur tradisi yang tetap relevan dengan selera hiburan yang beragam di kalangan anak muda? Agar tidak dianggap kuno, bahkan usang?
BACA JUGA: 10 Kosakata Gaul Ala Gen Z, Dari Skena Sampai Gak Bahaya Ta
Bayu Skak menjelaskan, hal itu bisa dilakukan dengan cara seperti dirinya. Sebagaimana diketahui, Bayu Skak adalah sineas spesialis film dan serial berbahasa Jawa Timur. Khususnya Malang dan Suroboyoan.
Untuk film, ia membuat tiga seri Yowis Ben dan Lara Ati. Sedangkan untuk serial, ia berhasil membuat lokadrama Lara Ati yang berjalan selama dua musim. Baik film maupun serial, dua-duanya sukses berat.
Bayu mengatakan, ia selalu membuat karya yang dikemas menggunakan budaya lokal secara universal. Namun tetap mempertahankan kualitas cerita agar tidak kalah saing dengan drama Korea, film Holywood, dan sebagainya.
BACA JUGA: Gen Z Banjiri Angkatan Kerja, Yang Tua Harus Nurut
’’Tidak harus tahu bahasa Korea untuk menikmati film-film dan drama Korea. Itulah yang jadi pemantik saya untuk terus membuat karya-karya dan konten YouTube berbahasa Jawa Timuran,’’ jelasnya.
’’Grand plan dalam budaya itu diperlukan, maka target kita yang utama adalah sukses di pasar sendiri. Karena kedaerahan kita adalah kekayaan kita,’’ lanjut pria 29 tahun itu.
Senada dengan Bayu, komika Arie Kriting mengatakan, jika sebuah budaya ingin tetap lestari dan diterima secara luas, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah harus dikemas dengan asyik.
BACA JUGA: Ngobrol dengan Pemain Yowis Ben 3, Bayu Skak Tak Menutup Kemungkinan Sekuel
Itulah kunci dari Korea yang 10 hingga 15 tahun terakhir terus menggalakkan hallyu wave. Pada dekade 90an, budaya mereka sangat asing. Namun mereka mampu membuatnya mendunia dengan pengemasan yang asyik.
Begitu pula Jepang dengan animasinya, India dengan Bolywood-nya, dan AS dengan film-film Holywood-nya.
Menguatkan ulasan dari Bayu Skak dan Arie Kriting, Sandiaga Uno memberikan tips agar Gen Z tetap mencintai budaya sendiri. Tiap kali menonton hiburan luar negeri, perlu diimbangi dengan tontonan lokal.
BACA JUGA: Bayu Skak, Jojo Suherman, dan Brandon Salim Makin Dewasa di Yowis Ben 3
Memang sulit memaksakan kebiasaan baru. Namun itu hanya sebagian kecil dari tahap awal untuk budaya tradisional tetap maju. ’’Awalnya pasti ga terbiasa. Tapi coba sebulan dua bulan dan seterusnya, lama-kelamaan pasti suka kok,’’ ujar Sandi.
Para pengunjung sangat menikmati obrolan Najwa dengan para narasumber tersebut. Meskipun pembahasannya cenderung berat, tapi para narasumber membawakannya dengan seru. Jadi, anak-anak muda itu juga merasa asyik-asyik saja.
’’Akan lebih menarik kalau Mata Najwa on Stage diberi sesi waktu lebih panjang. Satu jam untuk Mbak Najwa dengan materi kayak gini tuh kurang,’’ kata Angelica, salah seorang pengunjung. ’’Tiba-tiba udah pembahasan, dan tiba-tiba udah selesai. Harusnya sesi diskusi ini lebih lama durasinya,’’ kata gadis 19 tahun itu. (*)