HUT ke-62 Gerakan Pramuka, Perbesar Peran Kwartir dan Kurangi Dominasi Sekolah

Senin 14-08-2023,11:39 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Tomy Gutomo

Gerakan Pramuka merupakan salah satu organisasi pendidikan terbesar di Indonesia. Jumlah anggotanya tiap tahun selalu mencapai puluhan juta. Dan selalu didominasi oleh para pelajar. Tetapi, justru karena itulah Gerakan Pramuka bergeser dari jalur fitrahnya.

---

Penyelenggaraan World Scout Jamboree 2023 di Provinsi Jeolla, Korea Selatan, tak berjalan mulus. Ribuan peserta terpaksa dibubarkan. Mereka dievakuasi untuk antisipasi badai Khanun yang tiba di wilayah utara Negeri Ginseng itu pada Selasa, 8 Agustus lalu.

”Begitu ada cuaca buruk di Jambore, semua menjerit-jerit. Bencana dibesar-besarkan, padahal itu ya tugas mereka untuk menghadapi,” ujar Ketua Harian Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka Jawa Timur Suyatno saat ditemui, Minggu, 13 Agustus 2023. 

Peristiwa evakuasi di Jambore Pramuka Dunia itu justru menimbulkan paradoks. Sebab, seharusnya orang-orang Pramuka akrab dengan semua gejala alam.

BACA JUGA:Konser K-Pop Pungkasi Jambore Pramuka Sedunia, Pelipur Lara Setelah Gangguan Panas dan Badai

Para anggota Gerakan Pramuka harus bisa hidup di alam terbuka. Segala cuaca semestinya bisa dipelajari. Sebagaimana pelatihan-pelatihan yang telah diberikan. 

Kini, mereka seperti kehilangan kemampuan itu. Pemakaian tongkat, peluit, tali temali, sandi morse, dan semafor tak lagi difungsikan. Daya jelajah dan eksplorasi alamnya sangat rendah.

”Anak sudah nggak mau lacak ketika ada pohon tumbang dan aliran sungai mampet. Dulu, kami sangat sering berkegiatan di pucuk gunung, pantai, bahkan goa,” katanya. Itulah pergeseran yang terjadi hari-hari ini. Bahwa Gerakan Pramuka telah meninggalkan fitrahnya. Tak lagi menguatkan warna asilnya.

BACA JUGA:HUT ke-62 Gerakan Pramuka, Digitalisasi Terkendala Fasilitas

Gerakan Pramuka hanya identik dengan kaum sekolahan. Sudah tak identik lagi dengan masyarakat. Banyak berkegiatan digelar di ruang-ruang penuh dinding. Apalagi keterlibatan mereka hanya untuk menggugurkan kewajiban.

Berbeda dengan awal kemunculannya dulu. Artinya, Gerakan Pramuka juga mulai bergeser ke bandul formal. Seolah dimonopoli sekolahan. Ini yang akhirnya membatasi mereka. Tak ada persentuhan dengan dunia luar. Para profesional lain pun juga kesulitan membaur.

Menurut Yatno, bila tradisi ini dibiarkan terus menerus akan berdampak buruk bagi eksistensi Gerakan Pramuka. Bahkan kemungkinan bisa hilang. Sebab, para anggotanya sendiri juga tak punya daya tawar tinggi.

”Menjadi generasi yang tidak peka, kehilangan ketajaman indra,” ujar guru besar Sastra Anak Universitas Negeri Surabaya Itu. Maka, solusinya hanya satu. Harus segera mengembalikan pola kegiatan ke tengah masyarakat. Sebab, Gerakan Pramuka itu milik kwartir. Yang kemudian dititipkan ke sekolah. Dan bukan berarti diserahkan sepenuhnya ke sekolah.

BACA JUGA:Cuaca Ekstrem di Jambore Pramuka Dunia Korsel, Kontingen Indonesia Siagakan 4 Unit Medis

Kategori :