JAKARTA, HARIAN DISWAY - Warga DKI Jakarta semakin gelisah dengan terus memburuknya Kualitas Udara DKI Jakarta. Sementara hujan buatan dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) hampir mustahil dilakukan.
Dalam ratas tentang penanggulangan Polusi Udara Jakarta di Istana Negara Senin, 14 Agustus 2023, Presiden Joko Widodo memerintahkan berbagai langkah antisipasi segera diambil.
Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Salah satunya adalah Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) alias hujan buatan.
BACA JUGA:Imbas Polusi Udara di Jakarta, Uji Emisi Jadi Syarat Perpanjangan STNK
“Kemudian juga rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek, dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi EURO 5 dan EURO 6, khususnya di Jabodetabek,” kata Presiden.
Meski demikian, permintaan Presiden tersebut tampaknya akan sulit untuk dipenuhi. Pasalnya, operasional TMC memerlukan bibit awan untuk kemudian disemai menjadi awan hujan.
Pasalnya, pada puncak musim Kemarau seperti saat ini, pertumbuhan awan juga semakin rendah. Bahkan di beberapa hari, langit benar-benar tanpa awan.
BACA JUGA:Polusi Terus Memburuk, PNS Pemprov DKI Jakarta Bakal Diwajibkan WFH
“Kalau kondisi sudah masuk musim kemarau seperti sekarang agak sulit. Prinsipnya kalau tidak ada potensi awannya, kami juga tidak bisa berbuat banyak dengan TMC,” kata Koordinator Lab Pengelolaan TMC BRIN Budi Harsoyo pada Harian Disway.
Sebelumnya, BMKG sudah sering mewanti-wanti agar stakeholder segera melakukan operasi TMC pada masa-masa awal musim kemarau. Yakni pada bulan Juni-Juli lalu.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, sebab pada bulan-bulan tersebut, masih ada beberapa pertumbuhan awan yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan persemaian awan hujan.
TMC kata Dwikorita hanya bisa dilakukan pada awal musim hujan. Tujuan dari TMC adalah untuk mengisi stok-stok air di embung, danau, dan waduk buatan agar kembali penuh untuk menghadapi musim kemarau.
BACA JUGA:Polusi Udara Jakarta Makin Parah, Kasus ISPA Naik
Sementara itu, data dari laman meteo.bmkg.id menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan awan hujan menurun drastis di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatera bagian ujung selatan, Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan.
“Jadi kecil potensinya (pertumbuhan awan hujan,Red) dan cenderung cerah,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Guswanto pada Harian Disway.
Kalaupun ada hujan, lanjut Guswanto, maka hal tersebut dipicu oleh dinamika atmosfir lokal yang terbentuk dari daerah topografi pegunungan. Paling dekat dengan Jakarta adalah kawasan pegunungan Salak dan Pangrango.