HARIAN DISWAY - Betapa kompleksnya bahasan yang diangkat oleh 78 perempuan perupa dalam pameran Marwah ini. Marwah bisa dikatakan sebagai harga diri yang bila dibangun dengan kesadaran tinggi maka akan menjadi matang dan membentuk keyakinan yang disebut “jati diri”. Terkait itu, ada perupa senior Nunung WS menggambarkan bentuk visual dari jati diri. Tiarma Sirait melihat batik sebagai jati diri suatu bangsa. Ia membawa tradisi luhur yang mengandung kearifan lokal dan nilai-nilai filosofis yang dituangkan dalam ornamen, keserasian komposisi, dan proses pembuatannya.
Menelusuri Marwah Batik, karya Tiarma Sirait yang melihat batik sebagai jati diri suatu bangsa. -Revoluta S-
BACA JUGA: Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (3): Kuat dan Berani
Batik memiliki kapasitas sosial, budaya, ekonomi, dan politik serta merupakan ekspresi pemersatu yang mengangkat marwah bangsa. Dalam Menelusuri Marwah Batik, ia mengembangkan batik dalam konteks kekinian. Tujuannya menjaga marwah bangsa melalui sebuah karya. Terkait dengan kain, Ira Adriati membuat karya Penghormatan Kepada Perempuan Timor. Sebagai penghormatan untuk perempuan penenun di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, yang membuat kain tenun dengan mencurahkan kemampuan estetisnya. Tenun menjadi sumber penghasilan mereka untuk menghidupi keluarga. Endang Lestari menyuarakan identitas dan keberadaan kelompok-kelompok yang terpinggirkan atau tidak terwakili dalam budaya mainstream. Karya Red Layer Under the Skin sebagai alat untuk memperjuangkan hak dan mempertanyakan atau mengkritisi norma-norma dalam masyarakat.
BACA JUGA:Marwah, Kebangkitan Perupa Perempuan setelah 78 Tahun Indonesia Merdeka (1): Mengedepankan Dignity Dalam karya ini lapisan pembuluh darah menjadi simbol kesamaan warna darah sebagai bentuk kesetaraan identitas. Bibiana Lee ingin menunjukkan bahwa jika warna kulit seseorang dihilangkan, semua foto tangan-tangan itu akan kelihatan hanya sebagai tangan manusia.
Di bagian belakang terlihat karya Bibiana Lee berjudul One yang mengangkat persoalan ras yang sering memicu konflik. -Revoluta S- One mengangkat persoalan ras yang sering memicu konflik. Terutama jika dipakai oleh politikus yang gemar mengusung politik identitas, sudah menjadi tidak penting lagi. Karena menjunjung kedaulatan kemanusiaan, merawat persaudaraan antar manusia adalah isu yang lebih penting. Gusti Ayu Mirah melihat perempuan memiliki peranan sangat penting dalam membangun hubungan sosial di masyarakat. Kondisi lingkungan saat ini dengan gencarnya informasi dan kemajuan teknologi membuat perpecahan dan perbedaan karena kurangnya informasi yang benar. Dalam Shanti Jagad Kerthi, perempuan diharapkan menjadi jembatan segala hal yang berbeda sehingga tercipta toleransi dan kedamaian di Nusantara. Terkait dengan itu, Michelle Jovita melihat diversitas karakter manusia ketika berdiam diri sejenak di tengah kerumunan. Hal itu digambarkannya melalui instalasi berbentuk modular menggunakan warna-warna yang disusun secara berlapis memakai material stocking nilon yang direnggangkan menggunakan kerangka modul berjudul Massa Manusa. Untuk membangun impresi dari berbagai lapisan kulit manusia yang beragam warnanya, Revoluta Smelihat marwah sebagai spirit tradisi yang dimiliki individu dan menjadi bagian dari sebuah bangsa. Tradisi menjadi kekuatan dalam berselancar di dalam dinamika sosial. Kegelisahan terhadap disrupsi pada media sosial memunculkan keinginan untuk menuangkan kesadaran berpikir agar tidak saling tuding dan baku balas yang mengarah pada konfrontasi. Karya Huru-Hara-Hore-Hore-Hura-Hura mengeksplorasi material untuk mendapatkan tekstur dan warna beragam sebagai simbol perbedaan. Yeni Fatmawati menceritakan pergulatan secara dialektis dalam diri dalam bentuk melawan disparitas. Yaitu frase yang mengekspresikan perlawanan terhadap kesenjangan atau ketidaksetaraan yang ada dalam suatu situasi atau konteks tertentu. Karya Melawan Disparitas merepresentasikan fenomena pergeseran dan kerentanan masyarakat saat ini terhadap konflik. Keberagaman dapat juga diwujudkan dalam urusan kuliner. Sari Zamzami Santuso melihat globalisasi mempengaruhi tiap aspek termasuk makanan yang kita konsumsi sehari-hari di era modern. Satu Meja, Dua Masa menceritakan dinamika kuliner dua generasi. Di mana tradisi dan identitas nasional harus beradaptasi dan bernegosiasi dengan gejolak pengaruh asing. Antara hidangan tradisional generasi milenial dengan menu yang digemari generasi alpha masa kini. Karya ini dapat menjadi bahan introspeksi masyarakat Indonesia yang menjadi warga dunia tanpa kehilangan jati dirinya. Dalam Harmoni Semesta, Camelia Mitasari Hasibuan melihat semesta memiliki begitu banyak makhluk hidup yang selain visualnya yang indah dan beragam di setiap makhluknya juga memiliki suara-suara yang beragam. Kesetaraan Gender Christine Magdalena Mandalahi menggambarkan imajinasi tentang pengontrolan dalam bentuk-bentuk ketidakadilan gender pada perempuan. Objek-objek dalam Marrionate dijadikan simbolik seperti tangan besar yang sedang menggerakan dua perempuan yang dijadikan boneka tali. Senada dengan itu, Cecil Mariani melihat kebuasan domestik lebih menakutkan dibanding realitas yang ditopang masyarakat. Karya Domestic Feral Tableaus, bermain dengan kontradiksi dari kehormatan dan duty, dengan bias nilai dan tatapan maskulin di masyarakat. Hal itu disembunyikan di lingkup domestik, yang menjadi respons reflektif atas konsep marwah, lengkap dengan paradoks yang terjadi di masyarakat.
Desy Gitary (kiri) dan kolektor seni Melani Setiawan mengapit karya berjudul Privacy Policy. -Desy Gitary-ul Privacy Policy. -Desy Gitary- Desy Gitary melihat marwah sebagai persentasi masculine energy pada diri sendiri dalam kondisi usia-status yang pada umumnya sudah menjadi ibu atau istri. Otomatis menghadapi banyak pertanyaan, prasangka, label, dan lainnya, Marwah bagai perisai yang berlapis-lapis. Privacy Policy dalam bentuk makhluk hidup, support system, seperti pagar, rumah, pintu yang harus dijaga dari faktor luar yang merusak. Dalam Space and Time, Setia Utami menginginkan keseimbangan di segala aspek: sosial, budaya dan teknologi. Laki-laki dan perempuan mempunyai tanggung jawab dan tugas yang sama agar keseimbangan dalam hidup tercipta tanpa mengerdilkan gender. (Oleh Anna Sungkar: kurator) Indeks: Gambarkan perjuangan perempuan dalam Marwah, baca selanjutnya…