PACITAN, HARIAN DISWAY - Universitas Airlangga (Unair) mengambil langkah besar dalam mengubah wajah pariwisata Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Inisiatif Pengabdian Kepada Masyarakat (PENGMAS) itu ditempuh melalui Program Pengembangan Desa Binaan (PPDB) yang diprakarsai oleh Prof Retna Apsari.
Kegiatan ini, yang berlangsung dari tanggal 29 hingga 30 September 2023, bukan hanya menciptakan tonggak sejarah dalam mewujudkan visi pengembangan destinasi wisata geotermal berbasis renewable energy dan Internet of Things (IoT), tetapi juga membuka pintu menuju pariwisata tangguh bencana di wilayah tersebut.
Kerjasama itu didukung FTMM (Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin), FST (Fakultas Sains dan Teknologi), Vokasi, serta Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga.
"Kami memiliki visi kuat untuk mengintegrasikan energi terbarukan dan teknologi terkini dalam industri pariwisata Pacitan," ujar Prof Retna Apsari.
BACA JUGA:Puluhan Dosen FISIP Unair Healing ke Luar Negeri, Merevitalisasi Batin dan Semangat Kerja
"Dalam kerjasama yang erat dengan pemerintah daerah dan berbagai pemangku kepentingan, kami tidak hanya menciptakan destinasi wisata yang memukau, tetapi juga memastikan keamanan dan kenyamanan wisatawan," lanjutnya.
Salah satu aspek unik dari program ini adalah penekanan pada kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Titik-titik jalur evakuasi, titik kumpul, dan tanda-tanda kebencanaan relevan telah dipasang di tempat-tempat wisata, menjadikan Pacitan sebagai destinasi yang aman dan tangguh bencana.
FGD pengembangan wisata geotermal di Pacitan.-Unair-
Ketua Unit Pengabdian Kepada Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga dan Dosen di Prodi Magister Manajemen Bencana Dr. Hijrah Saputra jadi wakil Unair di program itu.
Mereka bersama-sama menggali potensi pariwisata dengan melakukan Focus Group Discussion bersama Pokdarwis Desa Sendang, Kecamatan Donorojo.
BACA JUGA:Musikalisasi Puisi Ramaikan Pestra FIB Unair
BACA JUGA:Guru Besar HI Unair Prof I Gede Wahyu Wicaksana: Indonesia Rugi Kalau Non Blok
Dalam konteks itu Dr. Hijrah Saputra menjelaskan pengembangan destinasi wisata harus mempertimbangkan potensi risiko bencana.