JAKARTA, HARIAN DISWAY- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak juga mengajukan permohonan terkait minimal usia capres-cawapres ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yakni ingin mengubah usia minimal capres-cawapres 40 tahun atau punya pengalaman sebagai pejabat publik.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membaca amar putusan di Gedung MKRI, Jakarta, Senin, 16 Oktober. Permohonan tersebut diajukan untuk uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
BACA JUGA:Sah! MK Tolak Usia Minimal Capres-Cawapres 35 Tahun
BACA JUGA:MK Kabulkan Penarikan Satu Gugatan Uji Materi Minimal Usia Capres-Cawapres
MK menolak menolak perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak sebagai pemohon.
Anwar menegaskan kesimpulan bahwa mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo. Para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo; Pokok permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk keseluruhannya.
Sebelumnya, permohonan ini diterima MK pada 5 Mei 2023. Sidang pemeriksaan pendahuluan digelar pada 31 Mei. Kemudian berlanjut sidang perbaikan permohonan pada 13 Juni.
Setelahnya, sidang mendengarkan keterangan DPR dan presiden pada 1 Agustus. Lantas pemohon perkara ini batal mengajukan keterangan ahli pada 22 Agustus.
Pada 29 Agustus, MK pun digelar agenda sidang mendengarkan keterangan Ahli Pihak Terkait Perludem, Keterangan Pihak Terkait Evi Anggita Rahma, dkk, Keterangan Pihak Terkait Rahyan Fiqi, dkk, Keterangan Pihak Terkait Oktavianus Rasubala, serta Keterangan Pihak Terkait KIPP dan JPPR.
BACA JUGA:Gibran Ideal Jadi Cawapres Pendamping Prabowo, Ungkap Sang Adik Hashim Djojohadikusumo
BACA JUGA:Menanti Nasib Gibran Rakabuming Raka di Putusan MK Hari Ini
Anwar menyatakan bahwa frasa "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" dalam Pasal 169 huruf q Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (conditionally unconstitutional) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
“Demikian bunyi petitum permohonan ini,” lanjutnya. Dalam perkara ini terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion). Yakni dari Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. (Mohamad Nur Khotib)