HARIAN DISWAY - Fusion Jazz Community menyuguhkan lagu-lagu ambyaran yang mudah membuat semua golongan usia mudah menikmati jazz. Menghasilkan sentuhan modern-ethnic dalam Ambyaran Jazz, di Phoenix Lounge, M Floor, The Alana Surabaya.
Biasanya ambyar atau ambyaran tertuju pada musik dangdut. “Bukan. Ambyaran di sini bukan dangdut. Ini semacam fusion-nya dari dangdut. Gabungan antara musik pop dan musik dangdut. Yang kami suguhkan dalam musik jazz,” jelas leader Fusion Jazz Community (FJC) yang disapa Ucok itu.
Sebenarnya tidak salah menyebut ambyar atau ambyaran sebagai musik dangdut. Sebab masyarakat yang hanya penikmat sudah terbiasa mendapati itu dalam berbagai persembahan musik dalam berbagai genre. Seperti dalam Ambyaran Jazz.
Persembahan FJC itu digelar berdama The Alana Surabaya untuk merayakan kehidupan kota yang dinamis dan beragam itu dituangkan dalam ritme musik jazz.
“Unsur modern dimunculkan pada lagu-lagu nge-hit yang saat ini sedang viral. Sedangkan unsur etnik berasal dari pukulan kendang dan beberapa lagu berbahasa Jawa yang kami bawakan,” terang Ucok.
Tampil berenam, grup musik jazz dari FJC yakni Niuu EfjeSi itu membawa dua vokalis cantik Ruth dan Reeya, gitar bass Dhika, keyboard sequencer Rico, penabuh kendang Pepe, dan Ucok sendiri sebagai peniup saxophone. Semua personel tampil kasual dengan setelan hitam paduan biru tua.
Mereka tampil ngambyar. Terdengar irama yang menggugah rasa penasaran di awal penampilan. Harmoni dan melodinya terdengar asyik. Komposisi dari Soni Rawlins berjudul St. Thomas dimainkan dengan sentuhan ritmis tabla dari kendang. Meskipun masih pembuka, tapi sudah bikin penonton bertepuk tangan meriah.
Sebelum masuk pada penampilan utama, ada suguhan dari grup music FJC yang lain, dari band indie, Makna Kata. Mereka memainkan tiga lagu. Di antaranya karya orisinal mereka, Sampai Kapan. “Lagu ini bercerita tentang seseorang yang mengeluh atas hidupnya yang gitu-gitu aja,” kata Amirul Hanif, vokalis.
Vokalis Makna Kata, Amirul Hanif, saat menyanyikan lagu orisinal dari Makna Kata Sampai Kapan diiringi gitaris Arthasz. -Wafiqul Azizah/HARIAN DISWAY-
Sontak penonton merespons. “Emmmmm,” kata mereka, kompak. “Mas, udah berapa lama?” tanya spontan salah seorang penonton wanita berambut sebahu. “Apanya?” jawab Hanif. “Gantengnya,” jawabnya cepat. Hanif langsung tersenyum. Ia sampai memutar badan karena salah tingkah. Seketika ruangan dipenuhi sorakan dan gelak tawa.
Belum selesai di situ gombalan penonton. Gitaris pun dapat candaan. “Mas yang bawa gitar. Gitarisnya Band Wali ya?,” celetuk penonton lain yang menganggap perawakan Arthasz yang mirip dengan gitaris grup Band Wali yakni Apoy.
Penampilan yang mengajak penonton bergoyang pun tiba. Sebagai pembuka, lantunan lagu Koyo Jogja Istimewa milik Ndarboy Genk terdengar. Diikuti gerakan lemas badan Ucok mengikuti tiupan saxophone. Jemari lihai milik Pepe terdengar renyah saat memukul kendangnya.
BACA JUGA: Fandom K-Popers di Jawa Timur Serasa Kumpul di Korea Selatan dalam Noraebang di The Alana Surabaya
Mengajak ke lagu yang lebih menguras tenaga, kali ini tidak akan asing terdengar di telinga yakni Los Dol. “Los dol, ndang lanjut lehmu WhatsApp-an. Cek paket datane, yen entek tak tukokne” lirik lagu yang dipopulerkan Denny Caknan itu membuat semuanya berteriak dan berjoget semakin meriah.
Tetap pada nuansa jazz. Terdengar indah dengan kolaborasi instrumen musik keyboard, bass, kendang dan saxophone. Lirik Jawa menambah unsur etnik dalam Ambyaran Jazz itu.