JAKARTA, HARIAN DISWAY - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman akhirnya buka suara terkait sanksi pencopotan dirinya sebagai ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Paman Cawapres Gibran Rakabuming Raka itu menggelar konferensi pers tanpa tanya jawab.
Ada 17 poin yang disampaikan Anwar Usman dalam konferensi pers yang digelar di gedung MK itu. "Pemberhentian saya tidak sedikitpun membebani diri saya. Saya yakin dan percaya di balik semua ini, Insya Allah ada hikmah besar yang akan menjadi karunia bagi saya dan keluarga besar saya. Juga bagi MK, nusa dan bangsa," tegasnya.
Anwar mengatakan tahu adanya skenario dan politisasi terhadap putusan MK. Juga skenario untuk membunuh karakternya, jauh sebelum MKMK terbentuk.
"Meski saya tahu ada skenario yang akan membunuh karakter saya, tapi saya tetap husnudzon. Begitulah cara seorang muslim berpikir. Saya berkeyakinan tidak ada selembar daun yang jatuh di muka bumi tanpa kehendak-Nya. Sebaik-baik skenario manusia jauh lebih baik skenario Allah SWT," kata Anwar.
BACA JUGA:Anwar Usman Dicopot sebagai Ketua MK, Anggota MKMK dan Pelapor: Harusnya Dipecat!
BACA JUGA:Kompak! 9 Hakim MK Terbukti Langgar Kode Etik, Ada Kebocoran Hasil Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)
Oleh karena itu, kata Anwar, meski tahu ada skenario terhadap dirinya, ia tetap membentuk MKMK sebagai tanggung jawab sebagai ketua MK.
Mantan hakim agung itu menyayangkan proses peradilan etik yang digelar secara terbuka. Menurutnya, dalam peratuan MK, peradilan etik seharusnya digelar secara tertutup. Sebab, kata Anwar, tujuan pembentukan MKMK adalah untuk menjaga kehormatan MK baik secara individual maupun institusional.
Begitu juga tentang putusan MKMK yang dipimpin Prof Jimly Ashiddiqie, bagi Anwar melanggar norma dan ketentuan yang berlaku meski dalihnya untuk mengembalikan citra MK.
"Namun sebagai ketua MK saya tidak berupaya mencegah jalannya persidangan," kata Anwar.
Anwar mengingatkan bahwa iada berkarir sebagai hakim hampir 40 tahun. Dimulai sebagai hakim karir sejak 1985 dan akhirnya menjadi hakim di Mahkamah Agung. Kemudian menjadi hakim MK sejak 2011.
Selama itu, kata Anwar, ia pernah berurusan dengan Komisi Yudisial dan tidak pernah melanggar etik.
Ketika menangani perkara yang terkait usia capres/cawapres, Anwar menyadari bahwa nuansa politiknya sangat kuat. Namun, lanjut Anwar, sebagai hakim konstitusi yang patuh terhadap asas dan ketentuan hukum yang berlaku, ia tidak pernah ragu.
"Jika seorang hakim memutus tidak berdasar suara hari nurani, sesungguhnya dia sedang menghukum dirinya sendiri. Pengadilan tertinggi adalah pengadilan hati nurani," kata Anwar.
"Saya tidak pernah takut dengan tekanan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun dalam memutus perkara sesuai dengan keyakinan saya sebagai hakim yang akan saya pertanggungjawabkan kepada Allah," katanya.