Hanya sutradara andal –yang menguasai panggung secara penuh– yang bisa mengarahkan adegan semacam itu. Adegan tersebut penuh risiko, tetapi sang sutradara sudah menghitungnya dengan cermat. Penonton gaduh bukan alang kepalang. Ketua MK dihujat dari berbagai sudut. Ia terdesak dan menyerah dengan membentuk majelis kehormatan.
Jimly Asshiddiqie sang ketua MKMK menjadi bagian dari drama. Ia mencopot Anwar Usman sebagai ketua MK dengan hormat, seolah-olah Anwar Usman masih layak diberi kehormatan. Jimly bermain cantik meski belum ketahuan apakah permainannya menjadi bagian dari skenario atau tidak.
BACA JUGA: Opsi Jokowi Wapres
BACA JUGA: Prabowo dan Jokowi bagai Bakmi-Tembakau
Putusan MKMK masih menyisakan satu episode drakor yang besar lagi. Para hakim MK diberi sanksi, tapi putusannya tetap sah. Ibarat permainan sepak bola, wasit –yang memberikan hadiah penalti secara tidak sah– diberi sanksi, tetapi hasil pertandingan tetap tidak berubah.
Bahkan, di dunia sepak bola, tim Prabowo-Gibran harus dihukum kekalahan 3-0 karena memakai pemain yang tidak sah. Bukan itu saja, tim Prabowo-Gibran bisa didiskualifikasi tidak boleh mengikuti kompetisi.
BACA JUGA: Panggung Sandiwara Dipuji Jokowi
BACA JUGA: Jokowi Tambah Amunisi Politik
Namun, itulah dramanya. Putusan MK sekarang digugat lagi, tapi masih harus ditunggu apakah MK –tanpa Anwar Usman– akan bebas dari skenario besar.
Jimly mengatakan bahwa ada intervensi besar terhadap putusan miring Anwar Usman. Siapa yang melakukan intervensi itu? Jimly tidak mau mengungkap. Sangat mungkin sang sutradara besar berada di balik intervensi tersebut. (*)