BACA JUGA: Salut! Bonek Bali Pasang Badan Saat Pagar Stadion I Wayan Dipta Rusak
Seperti di Indonesia, suporter tim lawan selalu mendapat perlakuan khusus. Mulai pintu masuk ke stadion sampai tribunnya. Kumpulan fans Liverpool itu juga mendapat penjagaan ketat dari petugas sekuriti stadion. Termasuk barikade pengaman yang memisahkan mereka dengan suporter tuan rumah. You”ll Never Walk Alone berkali-kali menggema di kandang City.
Etihad Stadium terdiri atas tiga lantai tribun. Di sisi barat dan timur, sepanjang lantai dua menjadi tempat suporter VIP. Kelas penonton itu pun masih dibagi-bagi. Mulai VVIP sampai yang hanya VIP. Harga tiketnya beragam. Saya mendapatkan tiket kelas terendah VIP dengan harga per tiket hampir GBP 250 atau setara Rp 5 jutaan.
Masuk melalui pintu utama sisi timur yang disebut dengan East Reception. Asyik. Tidak perlu antre. Setelah saya memperlihatkan tiket online, petugas perempuan dengan ramah menunjukkan arah boks tempat saya menonton. Karena kickoff masih lama, ia mengantarkan saya ke Ardwick Bar yang menjadi tempat makan dan minum suporter VIP termurah.
BACA JUGA: Bonek Jumpa Manajemen, Apakah Persebaya Segera Berubah ?
BACA JUGA: Tak Hanya Sho Yamamoto, Ini Deretan Pemain Jepang yang Dicintai Bonek
Saya mendapat kursi baris kedua nomor 26. Di depan saya masih ada satu baris kursi berisi enam orang. Depan kursi itu ada pagar yang menjadi pembatas antara suporter VIP dan suporter biasa. Di sebelah kiri boks tersebut ada tempat khusus untuk para penonton difabel. Deretan kursi roda berada di situ.
Semua penonton tidak boleh membawa tas. Harus ditinggal di tempat penitipan yang ada di luar stadion, kecuali tas belanja dari ManCity Store. Toko merchandise klub bola milik konglomerat UEA Syekh Mansour bin Zayed Al Nahyan itu sangat ramai jelang pertandingan. Tokonya terdiri atas dua lantai. Lokasinya terpisah dari stadion. Hanya berada dalam satu kompleks.
Ada beberapa pintu masuk ke kompleks stadion. Juga, ada tempat parkir mobil khusus yang bisa dipesan –tentu dengan membayar– oleh suporter yang membawa kendaraan pribadi. Semuanya serba tertata. Baik alur penonton yang memakai kendaraan sendiri, pakai trem, maupun yang menggunakan alat transportasi khusus.
BACA JUGA: Bonek Sayangkan Sho Yamamoto Mengundurkan Diri dari Persebaya
BACA JUGA: Pentolan Bonek Pertanyakan Keseriusan Persebaya setelah Dikalahkan Persib 2-3
Stadion juga telah dilengkapi sound system permanen yang cukup. Baik di dalam maupun di luar stadion. Dengan demikian, setiap pengumuman dan musik yang keluar dari sound system itu terdengar jelas. Tampak sekali sudah diperhitungkan sesuai dengan kapasitas akustik yang dibutuhkan. Tidak perlu sound system tambahan sewaan seperti setiap laga di Gelora Bung Tomo.
Lebih dari 50 ribu penonton bisa tertib saat jelang maupun usai laga. Tidak ada kemacetan di sekitar stadion. Ketika pulang pun, ribuan suporter antre mengular untuk menunggu trem datang. Tak ada yang berebut. Semuanya sudah berjalan secara mekanis dan tertata dengan rapi.
Tampaknya menata pertunjukan besar memang membutuhkan imajinasi pengelolanya secara matang. Mulai penyediaan tiket hingga transportasi publiknya. Di Etihad sampai ada trem khusus yang beroperasi hanya saat ada event di stadion. Jika tidak ada, transportasi publik itu tak beroperasi.
Ide menyediakan shuttle bus saat pelaksanaan Piala Dunia U-17 di Gelora Bung Tomo kapan hari sangat bagus. Sayang, sosialisasinya kurang dan penataan jalur kepulangannya masih tidak teratur. Banyak penonton saling berebut bus yang masing-masing tujuan ”lupa” tidak diatur pula.
Menonton di Etihad Stadium terasa nyaman dan aman. Meski hanya sendirian, saya tak merasa sebagai orang asing di antara para suporter The Citizens. Apalagi, tidak ada perbedaan mencolok antara pendukung The Reds dan The Sky Blue di dalam stadion. Suhu udara yang mendekati 1 derajat Celsius menjadikan semua penonton lebih dominan dengan kostum jaket warna hitam.