Di berbagai kota itu, sejak akhir Desember sudah bermunculan aksesori kota bernuansa Natal. Apalagi, setiap momentum demikian selalu diringi dengan monetisasi hari keagamaan untuk tujuan belanja dan perdagangan. Di Inggris ada Black Friday, sebutan untuk The Great Sale alias pesta diskon.
Saya ke Inggris dan Hungarai bukan untuk menyaksikan perayaan Natal itu. Namun, untuk menghadiri wisuda anak yang selesai program post graduate di University of Glasgow dan nyambangi anak yang sedang dapat beasiswa satu semester di Eszterhazy Karoly Catholic University di Eger. Namanya Nizar Mohamad Afandi.
Anak saya yang di Indonesia menjadi mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu belajar seni rupa murni di kampus tersebut. Kampus yang berdiri sejak 1774 itu memang menjalin kerja sama dengan ISI Yogyakarta. Mereka saling tukar mahasiswa setiap tahun. Setiap tahun kampus tersebut juga mengirim mahasiswanya ke Yogyakarta.
ARIF Afandi bersama istri dan anak yang kuliah di Hungaria.-Arif Afandi untuk Harian Disway-
Tahun ini kampus yang banyak melahirkan seniman di Indonesia itu mengirim dua mahasiswa. Selain Nizar, ada Ibra Aghari Muin. Kebetulan keduanya sama-sama dari jurusan seni rupa murni. Mereka dibiayai melalui program Erasmus Plus. Baik biaya kuliah maupun biaya hidup selama satu semester di kota yang berjarak tempuh dua jam dengan kereta dari Budapest itu.
Selain dua mahasiswa ISI, juga ada mahasiswa UPN Yogyakarta yang mengikuti program pertukaran mahasiswa di Hungaria. Dia adalah Siti Nur Azizah Ikhwani. ”Mestinya kami berdua berangkat ke sini. Tapi, permohonan visa teman saya ditolak karena sesuatu hal. Akhirnya saya sendiri,” ungkap Nur.
Perempuan yang biasa dipanggil Eji itu mahasiswa Fakultas Pertanian UPN Yogyakarta. Karena itu, dia juga mengambil kuliah pertanian di Eger. ”Namun, peserta kuliah pertanian di sini sangat sedikit. Bahkan, saya sering sendirian di kelas. Saya dan dosennya,” kisah Eji menceritakan perkuliahan dia selama di Hungaria.
BACA JUGA: Hugh Jackman, Dansa Natal bareng Ryan Reynolds
BACA JUGA: Natal dan Agama Sains
Mereka bertiga tinggal di dalam asrama kampus. Bersama para mahasiswa internasional lainnya. Ada yang dari Yaman, Maroko, India, Kolombia, Turkiye, dan Malaysia. Kampusnya ada dua tempat. Di pusat kota yang menjadi kantor pusatnya. Di depan kantor pusat yang megah dan kuno itu berdiri Gereja Basilika yang begitu besar.
Saya sempat juga berkunjung ke Eger. Itu kota di selatan Budapest. Daerah berbukit-bukit. Dari kampus tempat tiga mahasiswa Yogyakarta itu kuliah, saya bisa menyaksikan pusat kota yang indah. Mereka harus jalan 20 menit kalau ingin ke tengah kota.
Tapi, jangan bayangkan Kota Eger seramai Yogyakarta. Ia seperti kota kecamatan. Penduduknya hanya ratusan ribu. Lebih sedikit daripada penduduk satu kecamatan terbesar di Surabaya seperti Tambaksari. Karena itu, hari-hari biasa terasa amat sepi. Hanya akhir pekan, banyak wisatawan dari Budapest dan kota lainnya.
BACA JUGA: Pohon Natal Bahan Daur Ulang Gereja Katolik Santa Maria Annuntiata
BACA JUGA: Sebelum Meninggal, Remy Sylado Berencana Sambut Natal dengan Ketupat
Di kota itu pun juga terasa suasana natalnya. Apalagi, saat saya mengunjungi kota ini, masih ada sisa salju yang turun dua hari sebelumnya. Akibatnya, suasana Natal seperti yang digambarkan film-film Barat menjadi terasa. Christmast Market juga digelar di alun-alun yang tampak kabut di siang hari.
Ada taman seluas 3 hektare di antara stasiun kereta dan pusat kota. Itulah yang menjadi tempat bermain anak-anak dan keluarga. Namun, siang itu tak banyak terlihat orang yang sedang bermain di taman. Padahal akhir pekan. Hanya tampak beberapa ruas yang memutih oleh gumpalan salju yang tersisa.