Saya membayangkan betapa susahnya hidup di daerah yang punya empat musim seperti di Eger atau Hungaria ini. Jika musim panas, terkadang panasnya bukan main. Bisa sampai 40 derajat Celsius. Padahal, di gedung-gedung tidak dipersiapkan mesin pendingin. Yang disiapkan mesin penghangat.
BACA JUGA: Mini Burger, Menu Si Kecil untuk Natal yang Bikin Gemes
BACA JUGA: Donasi Natal IU untuk Anak-anak
Barangkali, karena itu, Natal menjadi hiburan yang menjanjikan setiap tahunnya. Ia menjadi pengharapan baru dalam menghadapi alam yang tidak bersahabat dengan kehidupan normal. Apalagi, bagi mereka yang hidup di negeri tropis. Ia menjadi festival yang membahagiakan di tengah iklim yang menggigilkan.
Saya pernah ke Budapest bersama rombongan wakil gubernur Jawa Timur (Saifullah Yusuf alias Gus Ipul) saat itu. Tentu ketika ia masih menjabat orang kedua di Jatim. Namun, saat itu saya tak merasakan kegembiraan seperti sekarang. Selain karena pas tidak berbarengan dengan Lebaran Natal yang meriah, juga karena dalam perjalanan dinas. Atau karena kali ini saya pergi bersama istri.
Rasanya memang lebih asyik mengunjungi Eropa di musim Natal dini seperti ini. Bisa menyaksikan kegembiraan orang-orang di tengah cuaca menggigil yang mendera mereka. Mereka punya cara untuk merespons lingkungan alam yang melingkupinya. Respons itulah yang membentuk budaya.
BACA JUGA:Julia Roberts Habiskan Natal di Sydney
BACA JUGA: Hanya 50 Persen Jemaat Misa Natal di Kereja Katedral Hati Kudus
Karena itu, jangan pernah berpikir menyeragamkan apa yang ada dunia. Yang dihadapi masing-masing berbeda. Maka, responsnya dalam bentuk kebiasaan yang disebut budaya pasti berbeda. Yang sama hanyalah manusia yang mempunyai akal. Di sinilah ilmu menjadi jembatannya. (*)