BACA JUGA: Tukang Tape Bunuh Tukang Taksi
Di situ Iwan merasa aneh. Sepanjang sore tadi mereka sudah ngobrol, kini Alung malah minta ketemu lagi. Aneh dan konyol. Penasaran, Iwan kembali mendatangi Alung di Ruko Jalan Sumeru.
Iwan: ”Saya tiba di sana, ketemu Alung, ia langsung mengajak saya masuk ke pos parkir. Di dalam pos parkir, Alung dengan suara gemetar meminta maaf ke saya. Jadinya, saya sangat heran. Saya tanya, minta maaf soal apa?”
Alung cerita ke Iwan, saat Alung memboncengkan Wulan, tahu-tahu Wulan jatuh dari motor dan terluka parah.
Iwan kaget dan bingung. Bertanya, kejadiannya kapan dan di mana? Tapi, Alung terus meminta maaf dengan suara gemetaran. Iwan tambah bingung.
BACA JUGA: Bunuh Pacar setelah Menghamili
BACA JUGA:Jadilah Detektif di Pembunuhan Desy
Di saat Iwan bingung, Alung mengatakan bahwa Wulan sekarang ada di dalam ruko (Alung menunjuk sebuah ruko kosong, terkunci, di depan mereka). Iwan melongo. Bingung bertumpuk-tumpuk. Juga gelisah. Dan sedih. Campur syok.
Iwan: ”Lho… Kalau begitu, ayo cepat kita bawa ke rumah sakit. Gimana sih…”
Bergegas mereka menuju ruko. Ternyata, Alung punya kunci ruko itu. Folding gate ruko dibuka Alung. Krekek…. Mereka masuk ruang gelap. Alung menekan tombol menyalakan lampu.
Tampaklah sebuah meja. Di atas meja tubuh Wulan telentang. Berpakaian lengkap, seperti saat berangkat dari rumah.
Tapi, tunggu dulu… Bau sangat busuk menyergap hidung mereka.
Iwan: ”Saya hampir enggak kuat baunya. Ruko apa ini? Baunya kok begini?”
Tapi, penciuman Iwan kalah oleh pandangan matanya pada tubuh Wulan. Ia segera mendekati meja, yang baunya kian menusuk. Ia perhatikan wajah anak gadisnya. Berlepotan noda kecokelatan. Itu darah yang sudah mengering. Iwan sigap, menyeka noda cokelat itu.
Iwan memandangi Alung yang gemetaran. Iwan membentak Alung: ”Astaghfirullaaah… Ini mayat Wulan….”
Sejenak sepi. Iwan terisak. Alung membisu. Dalam beberapa detik, hening. Tak ada yang bicara. Suasana pilu.