Bunuh 4 Anak Sekaligus

Jumat 08-12-2023,22:18 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

Irwan meletakkan itu dekat pintu. Polisi heran, masih menyelidiki, untuk apa Panca membeli empat minuman isotonik. Itu jenis minuman suplemen untuk olahragawan. Bukan penunda bau busuk mayat.

Saat mengirimkan minuman itu, Irwan tidak mendengar suara anak-anak di dalam rumah. Sepi. Irwan mengatakan ke polisi, ia terakhir melihat anak-anak Panca pada Minggu pagi, 3 Desember. Setelah itu, ia tak melihatnya lagi.

BACA JUGA :Pembunuhan di Randupitu Gempol Terungkap

Berarti, empat anak itu dibunuh sekitar dua atau tiga hari sebelum rumah Panca didobrak tetangga. Pantas, lalat sudah berkumpul di sana.

Tersangka Panca masih diperiksa polisi. Ia dikenakan dua sangkaan: Pembunuhan dan KDRT istri. Dua perkara itu terpisah. Untuk KDRT, polisi belum bisa memeriksa Devnisa yang dirawat di RS.

Keluarga Panca pecah berantakan. KDRT, pembunuhan anak, percobaan bunuh diri. Panca ditahan, Devnisa di RS. Itu disebut familicide. Pembunuhan anggota keluarga.

BACA JUGA: Drama Pembunuhan Anak Pungut di Musi Banyuasin

Prof Jacquelyn C. Campbell dari Johns Hopkins University, Baltimore, Maryland, Amerika Serikat (AS), melakukan riset tentang familicide. Dipublikasi di jurnal National Institute of Justice (NIJ) Edisi No 266, 25 Mei 2010, berjudul Men Who Murder Their Families: What the Research Tells Us, menyebutkan, kebanyakan pria pembunuh anggota keluarga akan melakukan bunuh diri.

Riset Campbell tahun 2010 di 12 kota di AS menghasilkan: Dari 408 kasus familicide, sebagian besar (91 persen) pelaku laki-laki. Sebagian besar (88 persen) menggunakan pistol. 

Dari segitu pelaku familicide pria (membunuh istri atau anak), sebagian besar pelaku bunuh diri. Mereka kebanyakan laki-laki kulit putih non-Hispanik.

BACA JUGA: Risiko Sopir Taksi Online, Dirampok dan Dibunuh

Familicide selalu didahului dengan domestic violence (KDRT). Familicide adalah peningkatan dari KDRT. Pelakunya bertemperamen keras dan suka terlalu mengontrol anggota keluarga.

Karakter pelaku itu tidak serta-merta menjadikannya pelaku KDRT dan pembunuhan. Tapi, selalu ada pemicunya. Sebagian besar pemicunya adalah masalah uang yang bersumber dari pekerjaan. Maksudnya, jika lelaki berkarakter seperti itu kemudian kehilangan pekerjaan, otomatis tidak punya uang, itulah pemicu.

Kasus pembunuhan empat anak di Jagakarsa sangat mirip dengan teori Campbell. Pelaku penganggur. Walaupun, dua hari menjelang KDRT, Panca sudah bekerja lagi. Namun, ia sudah enam bulan menganggur, jaga empat anak. 

Memang sulit dibayangkan, kok tega ayah membunuh empat anaknya sekaligus. Apakah ia tidak sayang mereka semua? 

Mengamati kronologi kisah keluarga Panca, sulit ia membunuh cuma satu anak. Sebab, empat anak itu berkumpul di rumah yang sempit. Maka, sekalian dibunuh semua. Dua-tiga hari kemudian ia bunuh diri setengah hati, akibatnya pun cuma setengah mati. (*)

Kategori :