Jika dilihat dari komposisi penempatan PMI, yakni sektor informal 56,57 persen dan PMI wanita 68,28 persen, berpotensi muncul permasalahan dalam perlindungan, relasi keluarga, dan peran asuh orang tua-anak.
Harus diakui, dalam penerapan UU No 18 Tahun 2017 tentang pekerja migran –saat proses pra, selama, dan purna bekerja sebagai PMI– masih ditemui banyak permasalahan.
Dahulu problem didominasi di pra penempatan terbanyak. Yaitu, berupa pemalsuan data diri (KTP), status pernikahan, serta kurangnya keterampilan kerja.
Namun, setelah diterapkan program e-KTP dan pelatihan di BLK, permasalahan didominasi minat dan lowongan kerja bagi kelompok perempuan di sektor informal, mekanisme dan prosedur layanan yang masih lama, berbelit, serta kurang transparan.
BACA JUGA: Problem Psikososial Tenaga Migran Indonesia di Taiwan
Dampaknya, mereka memilih berangkat menggunakan calo atau secara ilegal agar segera mendapat pekerjaan. Akibatnya, mereka menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
UU No 21 Tahun 2007 tentang TPPO meliputi aktivitas perekrutan tanpa perjanjian penempatan, umur < 18 tahun diikuti dengan pemalsuan dokumen, tanpa sertifikat kompetensi, menggunakan paspor kunjungan wisata/ibadah, penempatan perseorangan, atau tidak terdaftar sebagai lembaga penempatan resmi.
BACA JUGA: Peduli PMI, Jatim Raih 2 Penghargaan Indonesian Migrant Worker Award 2023
HAK WARGA DAN REFORMASI BIROKRASI
Di sisi lain, hak mendapatkan pekerjaan sangat terkait dengan hak-hak asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights) 1948 di bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Yakni, hak yang berhubungan dengan kerja, pekerjaan, dan dalam bekerja.
Penegasan fungsi negara dalam UUD Dasar Negara RI Tahun 1945, hak konstitusinya diatur dalam ketentuan Pasal 27 ayat 2: ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Juga, Pasal 28 D, yaitu ”Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
BACA JUGA: Kerusuhan Prancis akibat Remaja Imigran Ditembak Polisi
Untuk menjamin pemenuhan hak konstitusi tersebut, negara menjamin hak, kesempatan, dan memberikan pelindungan tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak.
Baik di dalam maupun luar negeri– sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan.
Khusus penempatan PMI, konstitusi telah mengamanahkan wujud pemenuhan hak dan kesempatan yang sama dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan pelindungan hukum.