HARIAN DISWAY - Pujian dan suara mengaji di masjid-masjid semakin bersahutan. Menebarkan gelora tadarus yang kian khidmat. Hayatilah realitas ini sebagai kerinduan yang membuncah atas nama Tuhan. Bukan soal berisiknya suasana.
Rakyat telah memiliki tangga kearifan yang spesial. Toleransi telah melekat dalam hati dan memaknai sambung-menyambungnya suara-suara dari langgar-langgar kampung saat Ramadan sebagai keindahan.
Nyanyian bukan sembarang lagu. Lantunan khas pembacaan ayat-ayat illahiah. Pada lingkup ini ada kalimat paling eksklusif tentang seruan berpuasa Ramadan. Terdapat ketentuan bahwa puasa diperuntukkan bagi manusia yang beriman. Bukan kepada semua manusia.
Sebagaimana Alquran surat Al Baqarah ayat 183. “Yaaa ayyuhalladziina aamanuu kutiba ‘alaikumsh-shiyaamu kamaa kutiba ‘alalladziina ming qoblikum la’allakum tattaquun”.
BACA JUGA: Khasanah Ramadan (1): Puasa sebagai Rahasia
Ini sangatlah istimewa. Password khusus guna meraih derajat tertinggi yang dibilang “takwa”. Kata “iman” senantiasa bergandeng setia dengan kata “takwa” yang biasa ditemukan sebagai ajakan meningkatkan iman dan takwa.
Iman merupakan esensi pengakuan yang terucap dan terlakukan dengan keseluruhan energi jasadi dan ruhani para hamba. Ada fluktuasi dalam ritme peneguhan ketertundukan hamba kepada Rabbnya berikut seluruh ajaran-ajaran-Nya.
Hingga puasa dihadirkan sebagai media “perkuliahan orang-orang beriman” dalam mencapai titik koordinat takwa secara sempurna.
Adapun takwa adalah buah dari ketertundukan dan alas ketaatan yang paling fundamental atas semua norma Illahi. Agar orang-orang tersemati atribut beriman demi pencapaian lencana “hamba yang membanggakan Rabbnya”. Setiap gerak puasa melambangkan kobaran anggunnya api iman dalam memendarkan cahaya takwa.
MENCARI BERKAH: Lutfi Ardinata (kiri) tekun membaca Alquran sambil disimak oleh rekannya Naufal Al Barqi (kanan) di Masjid Baiturrahim, Sidoarjo, pada Senin, 11 Maret 2024. -M Azizi Yofiansyah-HARIAN DISWAY
Inilah yang terus-menerus harus diikhtiari bersama-sama oleh semua yang berpuasa Ramadan. Setiap orang yang berpuasa bercita-cita utama membentuk formasi kaum beriman di hadapan Rabbnya.
Pemikiran ini sesuai dengan barisan yang dibangun para malaikat dengan segala kekhusyukan di sisi Rabbnya. Sehingga hati para nabi dan rasul tertambat menembus mahkota “iman-takwa” para malaikat.
Kisah-kisah yang terceritakan dari setiap segmen jejak puasa Rasulullah adalah perlambang yang mampu menuntun agar para pengiman-Nya berusaha menjunjung kehormatan iman-takwa.
Tadarus adalah irama yang dicontohkan dalam membentuk episode pemalaikatan diri di depan Rabb. Karena iman dan takwa menentukan derajat kemanusiaan secara integral.
Maka puasa dinormakan memiliki tatanan prosedural maupun hakikiah. Totalitas puasa akhirnya menyajikan ujian dari yang berekspresi ujaran sampai pada kebijakan.
Semua harus mampu dikontrol atas nama iman-takwa agar puasa sungguh-sungguh beredar dalam poros pemanggilan yaaa ayyuhalladziina aamanuu yang akan berada pada posisi “tattaquun”.