Tentu rentang ruas jalan dari kosmologi yaaa ayyuhalladziina aamanuu sampai pada finish la’allakum tattaquun tidaklah imun dari godaan dari gedang godogan lan gorengan.
Mulanya saya berasumsi bahwa kegaduhan yang mewarnai penetapan hasil Pilpres 2024 dapat dipungkasi bila memasuki bulan Ramadan. Sejatinya banyak kaum muslimin wal muslimat yang prihatin atas apa yang terjadi di negeri ini.
Khususnya yang tidak sehaluan dengan pemegang otoritas, arahnya selalu menuding ada kecurangan, tidak toleransi, dan tidak menghargai keragaman.
MENJEMPUT PAHALA: Kegiatan tadarus selalu dijalankan Rochmad (kanan) setiap Ramadan tiba. Biasanya dia melakukannya di Masjid Baiturrahim, Sidoarjo, sebagaimana bulan puasa tahun ini. -M Azizi Yofiansyah-HARIAN DISWAY
Padahal bangsa ini jelas tidak hanya terdiri dari penghuni yang sewarna. Tetapi beraneka warna. Maka, hidup menoleransi semuanya asal maslahat buat negara adalah panggilan kebangsaan.
Peristiwa yang menggelisahkan terkait “pengajuan hak-hak politik perwakilan” atas kalkulasi suara Pilpres 2024 harus dipungkasi. Kini yang kian penting dikendalikan adalah harga beras dan cabai yang tidak boleh melangit.
Mari merajut persaudaraan dalam tadarus yang memperindah kehidupan dengan sapaan teduh yang mewarnai setiap gang dan geng.
BACA JUGA: Khasanah Ramadan (3): Menebar Takjil Jalanan
Biarlah tadarus itu tumbuh subur untuk merayakan gelombang yang merekatkan di antara dua hal: mana kegaduhan dan mana keteduhan. Rakyat disorong membaurkan pesan tanpa curiga.
Bertadaruslah senyampang bisa. Karena dalam tadarus berarti ada ikhtiar membaca diri. (*)
Oleh: Suparto Wijoyo, Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Unair dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup-SDA MUI Jatim