Pemahaman Budaya untuk Penguatan Kesehatan Ibu dan Anak (2): Mitos Seputar Kehamilan

Selasa 16-04-2024,05:30 WIB
Oleh: Purnawan Basundoro

BACA JUGA: Di Depan Nakes Anies Tegaskan Kesehatan Anak Harus Ditangani Komprehensif sejak Kehamilan

Pada 2010/2011 dilakukan survei terhadap 3.006 remaja di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Didapatkan hasil bahwa 20,9 persen dari mereka hamil sebelum menikah (Amalia dan Azinar, 2017). 

Faktor budaya, pergaulan, kurangnya pengetahuan, minimnya pengawasan orang tua telah mengakibatkan kasus kehamilan sebelum menikah banyak terjadi.

Kehamilan di mana pun selalu diposisikan istimewa, terutama bagi mereka yang menjalani proses kehamilan secara wajar dan merupakan kehamilan yang diharapkan. 

BACA JUGA: Serena Williams Pamer Kehamilan Kedua di Met Gala 2023

Perempuan hamil dianggap sebagai sosok yang akan melahirkan seorang keturunan, penerus generasi, ahli waris harta, dan pandangan lain yang istimewa sehingga kondisinya harus dijaga dengan baik dan tidak boleh mengalami hal-hal buruk, apalagi celaka. 

Saking istimewanya posisi perempuan hamil, segala hal diperhatikan. Bahkan, perhatian tersebut sering kali melampaui nalar manusia dan melahirkan berbagai kepercayaan tanpa dilandasi sikap ilmiah. 

Kepercayaan tanpa dilandasi sebuah kebenaran ilmiah disebut mitos. Kepercayaan semacam itu didapat dari nenek moyang mereka tanpa membuktikan kebenarannya terlebih dahulu. 

BACA JUGA: Alasan Rihanna Umumkan Kehamilan Kedua di Halftime Show

Perhatian yang berlebih terhadap perempuan hamil tentu saja bertujuan memuliakan yang bersangkutan agar selama proses kehamilan berjalan lancar, sehat, tanpa gangguan, serta lancar pula pada proses persalinan. Selain itu, ditujukan kepada janin, agar kelak ketika sudah lahir menjadi anak yang baik sesuai harapan orang tua. 

Masa kehamilan dan persalinan menjadi fokus perhatian yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, harus dilindungi secara adat, religi, dan moral dengan tujuan menjaga ibu dan bayi. 

Masyarakat secara umum menganggap bahwa masa kehamilan adalah masa kritis karena bisa membahayakan janin dan/atau ibunya. Masa tersebut direspons masyarakat dengan berbagai strategi seperti upacara kehamilan, berbagai anjuran, dan larangan secara tradisional yang diselubungi dengan mitos-mitos.

BACA JUGA: Gaya Fashion Rihanna Sembunyikan Kehamilan

Mengenai keistimewaan perempuan hamil, Clifford Geertz (1989) membahasnya cukup panjang. Geertz adalah antropolog dari Amerika Serikat yang intensif meneliti budaya Jawa. 

Orang Jawa memaknai kehamilan sebagai bagian dari peralihan tahap dari kehidupan manusia sehingga perlu dilakukan upacara peralihan tahap (rites of passage) yang sakral yang disebut slametan

Upacara pertama dan utama untuk perempuan hamil adalah tingkeban, yang diadakan pada saat kehamilan memasuki bulan ketujuh. Tingkeban merupakan slametan yang mencerminkan perkenalan seorang perempuan Jawa kepada kehidupan sebagai ibu. 

Kategori :