BACA JUGA: Menjaga Bahasa, Menjaga Budaya: Refleksi Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional
Namun, masyarakat tidak memahami hal tersebut sehingga lari ke kepercayaan yang bertumpu pada adat. Pengobatannya bukan ke dokter, melainkan dukun sehingga bisa berakibat fatal.
Banyak kepercayaan di daerah perdesaan yang bertumpu pada mitos. Bayi sakit seperti demam, diare, muntah sering dikaitkan dengan akan bertambahnya kepintaran sehingga tidak diperiksakan ke dokter.
Mereka membiarkan sembuh dengan sendirinya sakit yang dialami bayi mereka karena dianggap sebagai bagian dari pertumbuhan. Hal tersebut tentu saja pandangan yang keliru.
BACA JUGA: Stunting sebagai Problem Kebudayaan
Bagaimana mengubah budaya yang kurang menguntungkan bagi ibu hamil dan bayi mereka sebagaimana telah diurikan di atas? Budaya adalah sesuatu yang dinamis, mengalami perubahan terus-menerus.
Meski demikian, ada perubahan yang sangat lambat, lambat, ada pula yang cepat. Menurut Koentjaraningrat, salah satu perubahan budaya dipengaruhi setidaknya oleh dua hal, internal dan eksternal.
Aspek internal yang memengaruhi perubahan kebudayaan dan cara berpikir seseorang adalah memahami dan mencerna setiap perasaan yang terjadi pada dirinya akan faktor-faktor tertentu.
Kemudian, mengambil keputusan untuk meresponsnya. Sebagai contoh, ketika seorang perempuan hamil telah berusaha makan sesuai dengan kepercayaan di masyarakat tapi ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, dia bisa tidak lagin memercayai hal tersebut.
Tindakan yang dilakukan kemudian adalah melanggar kepercayaan masyarakat itu sehingga tindakan tersebut bisa mengubah budaya dan kepercayaan lama.
Aspek internal yang lain adalah sosialisasi. Berbagai perubahan perilaku yang terjadi pada orang tua dan anak dipengaruhi faktor hubungan mereka dengan orang-orang di sekitar.
Intensitas sosialisasi yang dilakukan ibu hamil serta dengan siapa mereka bersosialisasi sangat memengaruhi perubahan pola pikir dan tindakan mereka.
Jika mereka intens bersosialisasi dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dan berpikir rasional, lama-kelamaan kepercayaan terhadap berbagai mitos juga akan hilang dengan sendirinya.
Adapun faktor eksternal adalah berbagai faktor yang muncul dari luar, baik disengaja maupun tidak disengaja. Ada yang namanya proses difusi (penyebaran kebudayaan), akulturasi, asimilasi, inovasi dan temuan baru, dan lain-lain.
Berbagai faktor yang berasal dari luar bisa mengubah perilaku dan kebudayaan masyarakat. Sosialisasi dari tenaga kesehatan, tenaga gizi, penyuluh, pamong desa, tokoh masyarakat, dan lain-lain merupakan hal yang bisa memengaruhi perilaku yang kurang baik untuk mengubahnya menjadi baik.
Peran agen perubahan kebudayaan sangat diperlukan untuk mengubah perilaku dan kepercayaan yang berakar pada tradisi. Keberadaan posyandu di desa sangat berperan sentral untuk hal ini. Mengubah budaya memerlukan waktu yang panjang sehingga semua agen perubahan budaya harus bertindak dengan sabar dan terus-menerus.