Mahasiswa Internasional Pamerkan Kain Adat Tais dan Filipiniana dalam Gelaran Panggung ICF 2025

Sesi Cultural Parade and Fashion Show dalam acara International Cultural Festival (ICF) 2025 di Graha sawunggaling UNESA yang menunjukkan ragam budaya dari 15 negara pada Jumat, 3 Oktober 2025.--
HARIAN DISWAY - Alunan lagu Rek Ayo Rek menggema dengan lembut dari dentingan keroncong UKM Keroncong Cakraswara UNESA, menandai dimulainya International Cultural Festival (ICF) 2025.
Suasana di Graha Sawunggaling Universitas Negeri Surabaya (UNESA) pada Jumat siang, 3 Oktober 2025 menjadi ruang perjumpaan budaya dunia.
Tepat pukul 13.30 WIB, sorak tepuk tangan menyambut dua Master of Ceremony yang tampil dengan penuh semangat. Tak sekedar membuka acara, mereka juga mengajak hadirin larut dengan semangat kebersamaan, mengenalkan tagline, serta tema ICF 2025 yang merupakan perayaan budaya lintas bangsa.
Tak lama kemudian, gemuruh tepuk tangan kembali pecah. Salah satu agenda yang ditunggu-tunggu, Cultural Parade and Fashion Show, dimulai.
Sebanyak 45 peserta dari 15 negara melangkah menuju panggung. Setiap langkah mereka diiringi dengan kibaran bendera di tangan peserta, seperti menyiratkan tradisi yang dibawa dari jauh dan kebanggaan yang ingin mereka bagikan.
Frederyco De Araujo Pinto, salah satu peserta fashion show dengan antusias menjelaskan nama dan makna dibalik pakaian tradisional yang ia gunakan.
“Ini namanya Tais, kalau bahasa Indonesianya tenun, terbuat dari tenun,” ujar pria yang akrab dipanggil Fredy.
Kain tradisional Timor Leste berwarna merah dengan pola-pola yang berwarna-warni tersebut menjuntai indah. Frederyco menggunakannya mirip dengan selendang. Ketika ditanya soal nama Tais tersebut, dengan perlahan ia melepaskannya dari leher.
Dengan penuh kebanggaan, Frederyco memperlihatkan kain tenun tangan itu. Sebuah hasil kerja dengan alat tenun tradisional itu menyimpan cerita tentang warisan budaya bangsanya.
“Ini tidak bisa ditiru, kalau ditiru (menggunakan mesin) hasilnya akan beda,” tambah Frederyco. Mahasiswa internasional dari UPN Veteran Jatim tersebut juga menjelaskan bahwa kalau Tais dibuat dengan tangan manusia, maka hasilnya akan sedikit kasar karena dalam prosesnya, kain tersebut dipintal.
Serat dan anyaman benangnya memiliki ketidakaturan alami yang membuat kain tersebut terasa lebih kaku dan kasar.
BACA JUGA:5 Style Batik Kekinian untuk Hari Batik Nasional 2025: Modis, Trendi, dan Tetap Berbudaya
BACA JUGA:Gerakan Kebudayaan Kampung Bangunrejo
Mahasiswa internasional asal Timor Leste yang mengenakan pakaian tradisionalnya, Tais dalam acara International Cultural Festival (ICF) 2025 dalam sesi Fashion Show--
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: