PENGASUHAN anak juga dipengaruhi faktor-faktor budaya. Berbagai kepercayaan terhadap anak akan memengaruhi perilaku dan cara orang tua dalam mengasuh anak-anak mereka. Perilaku tersebut tecermin dari cara memberikan makanan sampai perawatan ketika sakit.
Periode 1–3 tahun merupakan periode kritis bagi seorang anak dan dianggap sebagai periode emas. Perlakuan yang kurang tepat pada periode tersebut akan sangat memengaruhi pertumbuhan seorang anak pada periode berikutnya.
Pola-pola asuh anak selain dipengaruhi oleh faktor budaya, juga dipengaruhi tingkat pendidikan. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah akan mudah dipengaruhi berbagai mitos dan kepercayaan yang kurang tepat di masyarakat.
BACA JUGA: Pemahaman Budaya untuk Penguatan Kesehatan Ibu dan Anak (1): Dampak Budaya Patriarki
Sebaliknya, tingkat pendidikan orang tua yang baik akan mendasari berbagai tindakan yang lebih rasional.
Secara umum, sebagian besar masyarakat Indonesia memercayai bahwa asupan terbaik bagi bayi yang bartu lahir adalah ASI. Namun, sebagian masyarakat memercayai pula bahwa selain ASI terdapat hal-hal tambahan yang bisa diberikan kepada bayi yang kadang bertentangan dengan kesehatan modern.
Munculnya tambahan tersebut lebih didasari kepercayaan yang telah berakar lama. ASI adalah makanan eksklusif yang semestinya diberikan tanpa tambahan apa pun pada bayi usia 0–6 bulan.
BACA JUGA: Pemahaman Budaya untuk Penguatan Kesehatan Ibu dan Anak (2): Mitos Seputar Kehamilan
Namun, di beberapa daerah muncul kepercayaan masyarakat bahwa bayi usia tersebut bisa diberi makanan tambahan berupa makanan padat.
Makanan tersebut dikunyah terlebih dahulu oleh ibunya sampai lembut (dimamahi), barulah kemudian diberikan kepada bayi. Mereka percaya bahwa makanan yang keluar dari mulut ibunya akan baik buat anak.
Di beberapa daerah juga muncul tindakan memberikan makanan lunak seperti pisang, bubur, dan makanan lain sebelum waktunya dengan harapan untuk memperkuat bayi.
BACA JUGA: Korupsi sebagai Problem Budaya
Tindakan tersebut adalah tindakan yang bertentangan dengan dunia kesehatan modern dan lebih banyak dilandasi faktor pengetahuan orang tua dan faktor budaya.
Hal yang tidak kalah rumitnya adalah persoalan pemahaman orang tua terhadap anak yang sakit. Di daerah-daerah perdesaan masih banyak kepercayaan bahwa sakit disebabkan roh-roh jahat yang mengganggu anak.
Jika tiba-tiba kejang, anak dipersepsikan kemasukan roh halus. Di beberapa daerah, itu disebut sawanen. Padahal, kejang-kejang bisa jadi karena panas tinggi atau radang otak.