Pemahaman Budaya untuk Penguatan Kesehatan Ibu dan Anak (2): Mitos Seputar Kehamilan

Pemahaman Budaya untuk Penguatan Kesehatan Ibu dan Anak (2): Mitos Seputar Kehamilan

ILUSTRASI mitos seputar kehamilan yang merugikan ibu hamil. Namun, ada pula mitos yang justru menguntungkan. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

KEBERHASILAN program keluarga berencana yang dijalankan pemerintah telah memunculkan budaya baru terkait dengan pandangan terhadap anak. Pandangan tersebut adalah memiliki anak lebih dari dua dianggap sebagai sesuatu yang memalukan. 

Banyak perempuan merasa malu jika hamil anak ketiga dan seterusnya sehingga kehamilan yang dialami dianggap sebagai kehamilan yang tidak diharapkan (unwanted). 

Di masyarakat sering tedengar istilah ”kebobolan” yang mengacu pada kehamilan yang tidak direncanakan. Hal tersebut memengaruhi perilaku dan tindakan ibu hamil tersebut dalam merawat kehamilan. 

BACA JUGA: Pemahaman Budaya untuk Penguatan Kesehatan Ibu dan Anak (1): Dampak Budaya Patriarki

Ada yang menyembunyikan kehamilannya untuk waktu yang lama, tidak mau memeriksakan kehamilannya, dan enggan cepat bertindak jika ada hal-hal urgen yang membahayakan kehamilannya. 

Banyak kasus kehamilan tidak dikehendaki baru dilakukan pemeriksaan setelah usia kehamilan cukup tua karena malu kepada tetangga kanan-kiri. 

Kehamilan tidak dikehendaki tak hanya terjadi pada perempuan yang telah beranak banyak dan berusia tua, tetapi juga terjadi pada remaja di luar pernikahan. Pergaulan yang tidak baik dan kurang pengawasan orang tua telah menyebabkan hubungan di luar pernikahan dan menyebabkan kehamilan. 

BACA JUGA: Gibran dan Selvi Periksa Kesehatan Ibu-Ibu Hamil di Depok

Kehamilan semacam itu berisiko sangat tinggi, baik bagi perempuan maupun bagi janin. Penelitian yang dilakukan di Madiun terhadap empat remaja pada 2013–2015 menunjukkan, terdapat remaja perempuan yang telah melakukan hubungan badan di luar nikah kali pertama pada usia 15–16 tahun, yang kemudian menyebabkan kehamilan (Amalia dan Azinar, 2017) .

Kehamilan di luar nikah sangat membahayakan ibu dan anak yang dikandung. Sebab, biasanya mereka tidak mau menjalani perawatan dan pemeriksaan kehamilan karena takut dan malu. 

Banyak kasus kehamilan di luar nikah yang berujung pada kekerasan pada janin yang dikandung. Misalnya, digugurkan atau dilahirkan, tetapi kemudian dibuang. 

BACA JUGA: Tingkatkan Kualitas Kesehatan Ibu-Anak, RSIA Lombok Dua Dua Hadirkan Layanan Fisioterapi Bebas Cedera

Pada Oktober 2020 di Madiun ditemukan bayi di dalam ransel. Setelah ditelusuri, ternyata ibu bayi tersebut adalah siswi SMA yang melahirkan di luar nikah. Dia melahirkan sendiri tanpa bantuan siapa pun di rumahnya, kemudian membuang bayinya tidak jauh dari rumah. 

Kasus kehamilan di luar nikah yang berujung pada tindak kekerasan terhadap janin atau bayi tergolong tinggi di Indonesia. Data yang dihimpun dari berbagai sumber cukup mencengangkan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: