Surya Paloh dari Nasdem dan Muhaimin Iskandar dari PKB sudah menyatakan minat untuk bergabung dalam gerbong koalisi besar. Prabowo berniat menarik semua kompetitornya ke dalam gerbong koalisi besar sehingga tidak ada lagi partai yang menjadi oposisi.
Manuver Prabowo itu rupanya membuat gerah Luhut. Ia tidak ingin melihat lawan-lawan politik Prabowo masuk ke gerbong koalisi. Sebab, kalau hal itu terjadi, sama saja dengan membawa racun ke tubuh kabinet.
Untuk menampung aspirasi koalisi besar itu, Prabowo siap membentuk kabinet jumbo beranggota 40 menteri. Salah satu kementerian yang bakal dibentuk adalah ”Kementerian Makan Siang” untuk mengurusi program makan siang yang menjadi janji utama kampanye Prabowo-Gibran.
BACA JUGA: Hubungan Beracun Itu Sudah Makan Banyak Korban, Hentikan Toxic Relationship Sekarang Juga!
BACA JUGA: Menghindari Jebakan Toxic Productivity
Mungkin juga Prabowo akan mengangkat ”Menteri Omon-Omon” yang menjadi ikon Prabowo dalam debat capres.
Kabinet 40 menteri gagasan Prabowo itu lebih bersifat politis dan pragmatis yang bertujuan menampung koalisi besar sekaligus meredam oposisi. Prabowo masih sangat terobsesi merangkul pesaing-pesaing politiknya seperti Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Megawati Soekarnoputri.
Ganjar Pranowo sudah mendeklarasikan diri sebagai oposisi. Tapi, sikap itu malah di-bully beberapa politikus dari kubu Prabowo. Budiman Sudjatmiko, yang menjadi kutu loncat dalam Pilpres 2024, meledek Ganjar dengan menyebutnya sebagai kritikus, alih-alih oposisi.
Sementara itu, skap Anies Baswedan terlihat lebih tricky ketimbang Ganjar yang lebih zakelijk. Dalam berbagai kesempatan, ketika ditanya media apakah akan bersedia bergabung dengan pemerintahan Prabowo, Anies lebih memilih menjawab dengan retorika, alih-alih hitam putih iya atau tidak.
Anies memilih berhati-hati karena ia diyakini masih mempunyai aspirasi untuk maju lagi dalam kontestasi pilpres lima tahun mendatang. Jika demikian, Anies harus tetap mempunyai panggung politik supaya tetap berada pada political spotlight.
Salah satu pilihan yang paling masuk akal adalah maju kembali dalam kontestasi pilgub DKI tahun ini. Namun, Anies harus melakukan kalkulasi politik yang cermat sebelum memutuskan terjun dalam pilgub DKI.
Kalau memutuskan untuk bertarung lagi di DKI, Anies hanya akan mendapatkan one way ticket, ’tiket sekali jalan’. Kompetisi itu menjadi pertandingan must win, ’wajib menang’, karena kalau kalah berarti tamat riwayat.
Masih terbuka kesempatan bagi Anies untuk bergabung dengan kabinet Prabowo. Namun, Anies tahu bahwa pilihan itu akan membuatnya terisolasi dari para pendukung fanatiknya. Anies juga sepenuhnya sadar bahwa ialah yang menjadi sasaran tembak toxic dari Luhut.
Prabowo tidak ingin mempunyai oposisi yang akan merecokinya. Ia sangat terobsesi untuk merangkul Megawati dan PDIP ke dalam kabinetnya.
Prabowo sudah berkali-kali berusaha menemui Megawati, tapi tidak berhasil. Sampai sekarang Megawati belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai sikapnya terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Tetapi, elite politik PDIP menduga sikap diam Megawati itu berarti isyarat bahwa PDIP akan menjadi oposisi dan akan berada di luar koalisi pemerintah.
Hal itu bisa menjadi kabar buruk bagi Prabowo. Sebab, Megawati dan PDIP sudah terbukti punya endurance yang tangguh ketika menjadi oposisi. Megawati dengan tabah membawa PDIP sebagai oposisi selama 10 tahun kekuasaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), 2004–2014.