Warung Madura, Simbol Kemandirian Ekonomi Kerakyatan (1): Bermula dari Jakarta, Menyebar ke Tiap Sudut Kota

Kamis 23-05-2024,19:30 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Doan Widhiandono

Sebagian tanah Pulau Madura memang relatif tandus. Ladang kehidupan penduduk pun mengandalkan lautan. Dari menjadi nelayan hingga petani garam. Tetapi, orang-orang Madura juga dikenal sebagai perantau ulung. Mereka banyak yang sukses dengan bisnisnya di tanah rantau. 

------------

DI daerah Anda, terutama bila tinggal di Pulau Jawa, selalu ada tempat jual-beli besi tua. Dan hampir bisa dipastikan para juragannya orang Madura. Maka kita pun selalu mengidentikkan orang Madura dengan jual-beli besi tua.

Ada lagi di Jawa Timur. Terutama di kota-kota jujugan para perantau seperti Kota Surabaya, Kota Malang, sampai Pasuruan. Hampir di setiap jalan bisa Anda temui warung lalapan sederhana.

Biasanya warung makan di pinggir jalan itu bertirai oranye bertulisan “Cabang Purnama”. Menjajakan beraneka lauk. Mulai dari bebek, ayam, dan lele. Warung-warung milik orang-orang Madura ini pun menjadi andalan untuk mengisi perut saat malam hari.

Atau mainlah ke Jalan Malioboro, Yogyakarta. Hampir di sepanjang jalan utama ke keraton itu pula orang-orang Madura melangsungkan bisnis. Mereka, emak-emak berjarik, biasanya duduk berjajar di trotoar mengipas sate ayam.

BACA JUGA:Warung Madura, Simbol Kemandirian Ekonomi Kerakyatan (3): Gaji Bergantung Omzet, Warung Pun Jadi Mess

Satu lagi unit bisnis yang lekat pada orang-orang Madura, yakni toko kelontong. Saking masifnya, toko-toko kelontong yang menyebar di sudut-sudut kota ini dijuluki sebagai Warung Madura. 

Yang ikonik, tentu saja, karena warung-warung kecil ini bersaing dengan ritel-ritel modern yang lebih besar. Jam operasional buka 24 jam. Nonstop. Lantas bagaimana awal mula munculnya warung Madura?

Beberapa catatan menyebutkan orang-orang Madura sudah memenuhi kota-kota besar seperti Jakarta pada 1900-an. Kali pertama, mereka menekuni bisnis kayu dan barang bekas. Yang paling banyak tinggal di Priok.

Itu berlangsung bahkan hingga 2000-an. Dari situlah kemudian mereka mulai mengembangkan bisnis toko kelontong. Menjual aneka barang kebutuhan rumah tangga.

Harian Disway mencoba mengkonfirmasi kepada salah seorang pemilik warung Madura di Desa Keboansikep, Gedangan, Sidoarjo. Warung ini nyempil di salah satu kompleks ruko. Bahkan, posisinya berhadapan dan berdempetan langsung dengan ritel modern.

Dari kejauhan, siapa pun bisa mengenali warung Madura. Di depan warung hampir selalu ada lemari khusus untuk bensin eceran yang dijual per botol. Di muka warung berjejer gas LPG 3 kg dan tumpukan karung beras.

Dan satu etalase berisi ratusan bungkus rokok memenuhi bagian depan warung. Rentetan sabun dan shampoo sachet bergelantungan di atasnya. Di balik etalase itulah tempat para penjaga siap siaga selama 24 jam melayani pembeli. 

Zainal Abidin dan Sholeh sedang berbincang di balik etalase itu. Selonjoran di tikar kecil. Zainal sibuk dengan sepotong kertas dan bolpoinnya. Lelaki berkumis tebal itu cukup pendiam. 

Kategori :