SURABAYA, HARIAN DISWAY - Dalam pertempuran besar 10 November 1945, Amad selamat. Ia justru sempat hampir kehilangan nyawa ketika menunaikan tugas negara. Yakni ketika menumpas pemberontakan Permesta. Hingga kini salah satu peluru itu masih tertanam di paha kirinya.
Di kantor Harian Disway, Amad banyak bercerita tentang kisah masa mudanya. Terutama saat berkecimpung di medan laga. Hingga pada satu titik, ia menarik tangan Harian Disway. Diarahkan ke paha kirinya. "Coba diraba. Rasakan ada apa di paha saya ini," katanya.
Amad; Veteran dan memori satu abad (4): Sangat idolakan A.H. Nasution. Amad menunjukkan foto para veteran yang tergabung dalam LVRI melalui layar ponselnya.-Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY
Tepat sedikit di atas lutut terdapat benjolan kecil. Saat disentuh dengan jari, ada benjolan. Terasa bentuk benjolan itu bukan seperti benjolan pada umumnya. Mengerucut dan runcing di bagian bawah. Peluru!
BACA JUGA: Amad; Kisah Veteran dan Memori Satu Abad (1): Tak Pernah Sekolah, Belajar Baca di Militer
"Iya, ini peluru. Betul-betul tertanam di paha saya," ungkapnya. Peluru itu didapatkannya ketika bertempur melawan pemberontak Permesta di Sulawesi. "Waktu di kawasan Airmadidi, Sulawesi Utara. Saya lantas diobati, dibawa pulang ke Jawa," tambah veteran 102 tahun itu.
Amad diperiksa Rumah Sakit Tentara Dokter Soepraoen di Malang. "Saya hendak dioperasi oleh seorang dokter yang namanya Purnomo Kasidi. Beliau kelak menjadi Wali Kota Surabaya," kenangnya. Namun, ia menolak dioperasi setelah mendapat keterangan dari salah seorang perawat.
"Perawat itu bilang bahwa peluru di kaki saya ini bisa diambil. Tapi risikonya, kaki saya ini tidak bisa berfungsi lagi dengan baik. Karena peluru menembus urat. Saya sudah disediakan kruk. Tapi saya menolak," ungkapnya.
BACA JUGA: Amad; Kisah Veteran dan Memori Satu Abad (2): Diangkut Jadi Tentara karena Bertubuh Besar
Perawat itu kembali memberitahu Amad. Bahwa jika peluru itu tidak diambil, maka ia bisa infeksi. Akibatnya akan fatal. "Saya bilang, bah infeksi bah gak, sing penting gak lumpuh (mau infeksi atau tidak, yang penting saya tidak lumpuh, Red)," terangnya.
Buktinya, hingga kini tak ada masalah dengan kakinya. Sembuh dengan sendirinya. "Malah bisa jalan, bisa kemana-mana. Malah umurku sampe satus tahun luwih (malah umurku mencapai seratus tahun lebih, Red)," tuturnya, kemudian tertawa.
Di Sulawesi pula dadanya pernah terkena peluru. Hingga ia dinyatakan meninggal dunia. "Itu kali pertama saya merasakan kematian. Tapi hanya sebentar. Setelah itu hidup dan sadar lagi. Mati suri," ujarnya.
BACA JUGA: Amad; Kisah Veteran dan Memori Satu Abad (3): Siapkan Tangga di Hotel Yamato
Ia masih mengingat peristiwa itu. Yakni pada 1958 pada sore hari. "Kata teman-teman yang menyaksikan dulu, saya pernah dinyatakan meninggal pukul setengah empat sore," ungkap pria asli Surabaya itu. Peristiwa paling tak terlupakan adalah ketika ia menjadi supir truk militer.