Menarik! Sentra Produksi Lontong dengan Sejuta Tradisi

Selasa 25-06-2024,21:54 WIB
Reporter : Cecilia Valencia
Editor : Yusuf Ridho

Kampung itu terdiri atas sekitar 50 kepala keluarga. Setiap keluarga memasarkan lontong ke pasar tradisional di Surabaya. Meski beberapa kepala keluarga pindah rumah dan mengurangi jumlah penjual lontong, tradisi itu tetap hidup. Puncak kejayaan produksi lontong terjadi sekitar tahun 2001/2002, ketika kampung itu mendapatkan julukan ”Kampung Lontong”.

BACA JUGA: Cara Patriot Mengabdi KKN UNTAG Surabaya Tingkatkan Penjualan UMKM Lontong Kupang

BACA JUGA: Open House Tjap Go Meh Harian Disway, Sepiring Lontong Simbol Asimilasi

Dalam kurun waktu 24 tahun, berbagai perubahan terjadi. Pada 2004/2005, penggunaan daun pisang sebagai pembungkus lontong bukan lagi pilihan utama, melainkan daun pilihan yang lebih sesuai digunakan. Dahulu, daun-daun yang keras dijemur di jalanan sebelum digunakan dalam pembuatan lontong. 

Pada masa itu kampung tersebut memproduksi sekitar 1,7 ton lontong per hari, dari 30 persen kapasitas produksi. Sekarang mereka hanya menyuplai daun, berbeda dengan dulu yang juga menyuplai beras. Tradisi itu diwariskan dari orang tua kepada anak-anak mereka yang kini melanjutkan usaha produksi lontong. 

Selain memproduksi lontong, mereka berjualan di pasar, memberikan dampak positif pada perekonomian desa. Masyarakat sekitar turut terlibat dalam produksi, membuka lapangan pekerjaan baru, dan meningkatkan perekonomian lokal.

BACA JUGA: Belajar Kebinekaan Lewat Wayang Potehi dan Lontong Cap Go Meh

BACA JUGA: Lontong Kupang Permudah Perizinan

Awalnya, lontong dianggap sebagai makanan biasa oleh masyarakat. Namun, setelah Islam masuk ke tanah Jawa, barulah tradisi makan lontong dan ketupat itu ada.

Dalam sejarah disebutkan, salah seorang Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga, memperkenalkan lontong kepada masyarakat Jawa. Itu merupakan salah satu dakwah yang dilakukan Sunan Kalijaga.

Lontong kerap kali ditemukan untuk pengganti nasi putih walaupun juga terbuat dari beras. Kalaupun ada lontong dan ketupat di negara lainnya seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura, itu tidak lain adalah budaya serapan yang dibawa perantau Indonesia ke negeri tersebut sejak dulu kala.

Makanan tradisional tersebut tidak hanya kita temukan sehari-hari, akan tetapi lontong juga hidangan yang disajikan secara turun-temurun saat hari-hari besar. Contohnya, perayaan hari besar, upacara adat, tradisi gotong royong, simbol keharmonisan, dan tradisi kuliner keluarga.

Lontong bukan sekadar makanan, melainkan merupakan bagian dari warisan budaya yang kaya dan mengandung nilai-nilai sosial serta kultural yang mendalam di masyarakat Indonesia.

Fakta Unik

Karung yang berisi beras terlihat menumpuk di rumah warga di sebuah gang di Banyu Urip, Kupang Krajan, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya. Daun pisang terlihat tertumpuk rapi di teras dan di dalam rumah. Mereka tidak menimbun barang-barang kebutuhan pokok. Namun, nasi dan daun merupakan bahan pembuatan lontong. 

Mayoritas warganya berprofesi pedagang lontong. Kesibukan pembuatan lontong terlihat hampir sepanjang hari. Selain membuat lontong, ada juga peluang membuat bungkus lontong. Kini diperkirakan ada sekitar 50 kepala keluarga di kampung Banyu Urip yang mendirikan usaha lontong. 

Kategori :