Rumit. Konflik hukum ini rumit. Para pihak saling berbantah terkait penetapan Pegi sebagai pelaku utama. Jika argumen mereka diikuti, justru masyarakat pusing.
Orang netral yang diwawancarai wartawan secara terpisah, psikolog forensik dari Universitas Indonesia Reza Indragiri memprediksi, sangat mungkin gugatan Pegi dikabulkan pengadilan. Kalau dikabulkan, Pegi bebas.
Reza: ”Bukti dari polisi fokus di kependudukan. Padahal, ini bukan perkara pemalsuan identitas. Ini perkara pembunuhan dua manusia. Polisi tidak mengungkap bukti yang mengaitkan bahwa Pegi pelaku utama pembunuh itu.”
Reza mempertanyakan, apakah Polda Jabar memiliki bukti yang cukup perihal keterkaitan Pegi dalam kasus ini? Sebab, bukti yang ditunjukkan polisi selama ini bukan bukti saintifik seperti program Kapolri, yakni Polri kini menggunakan metode scientific crime investigation (SCI). Melainkan, lebih banyak dokumen kependudukan yang tidak menunjukkan bahwa Pegi terlibat langsung dalam kasus itu, apalagi sebagai pelaku utama.
Menurutnya, polisi mengandalkan keterangan saksi dalam interogasi terhadap Pegi. Padahal, keterangan saksi bukan alat bukti kuat dalam hukum.
Reza: ”Keterangan adalah barang yang paling potensial merusak pengungkapan fakta. Mana senjata yang dipakai untuk membunuh? Mana sidik jari? Dan, darah siapa yang tertinggal di situ? Apakah ada DNA Pegi pada korban?”
Dilanjut: ”Apa alat bukti bahwa seseorang merupakan otak, bukan sebatas pelaku, pembunuhan, sekiranya peristiwa pembunuhan itu memang ada?”
Disambung: ”Pengakuan saksi bisa saja palsu. Oleh sebab itu, diperlukan bukti-bukti saintifik untuk mengungkap keterlibatan seseorang dalam tindak pidana. Ketika penyidik terlalu bersandar pada bukti keterangan, ada peluang cara-cara kekerasan digunakan dalam ruang interogasi.”
Akhirnya: ”Alat bukti tidak tersedia. Kalaupun ada, jangan-jangan baru diperoleh polisi setelah Pegi ditetapkan tersangka. Bahkan, saya mempertanyakan apakah itu semua, jika ada, diperoleh lewat cara-cara legal?”
Komentar Reza jelas meragukan bahwa Pegi terlibat di pembunuhan Vina dan Eky, apalagi polisi menetapkan Pegi sebagai otak pembunuhan itu.
Reza yakin bahwa gugatan praperadilan Pegi bakal dikabulkan hakim PN Bandung.
Memang, di perkara dengan tersangka Pegi, tidak ada bukti hukum langsung yang diungkap polisi. Bukti-bukti yang diungkap polisi adalah bukti-bukti hukum tidak langsung.
Misalnya, tes psikologis terhadap Pegi sampai dua kali. Juga, data kependudukan Pegi.
Semuanya tidak mengarahkan langsung ke peristiwa pembunuhan Vina dan Eky.
Kasus pembunuhan Vina dan Eky sampai diperhatikan Presiden Jokowi. Seusai mengadakan kunjungan kerja di Pasar Lawang Agung, Sumatra Selatan, Kamis, 30 Mei 2024, Jokowi ditanya wartawan soal itu. Ia pun menjawab begini:
”Tanyakan kepada Kapolri. Saya sudah menyampaikan agar kasus itu betul-betul dikawal dan transparan, terbuka semuanya. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi.”