Penjajahan ini berlangsung sejak abad ke-16 hingga 1975, ketika Revolusi Bunga di Portugal melemahkan kendali kolonial, memberikan kesempatan bagi wilayah jajahan Portugal untuk merdeka.
Pada 28 November 1975, Fretilin (Frente Revolucionária de Timor-Leste Independente), partai politik di Timor Timur, mendeklarasikan kemerdekaan dari Portugal.
2. Invasi Indonesia
Sembilan hari setelah deklarasi kemerdekaan, Indonesia melancarkan invasi militer ke Timor Timur pada 7 Desember 1975.
Operasi militer ini, dikenal sebagai Operasi Seroja, dipicu oleh kekhawatiran Indonesia bahwa kekacauan politik di Timor Timur dapat mengancam stabilitas kawasan dan mengundang campur tangan asing.
Pada Juli 1976, Indonesia mengumumkan Timor Timur sebagai provinsi ke-27.
Namun, integrasi ini tidak diakui oleh banyak negara dan organisasi internasional, termasuk PBB yang tetap menganggap Portugal sebagai kekuatan administratif sah di Timor Timur.
BACA JUGA:Hari Bebas Kantong Plastik Internasional 3 Juli: Sejarah, Tujuan, dan Cara Memperingatinya
3. Konflik dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Selama masa integrasi, Timor Timur dilanda konflik berkepanjangan antara pasukan Indonesia dan kelompok perlawanan lokal seperti Fretilin.
Konflik itu diwarnai oleh pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan oleh organisasi seperti Amnesty International.
Pembunuhan massal, penyiksaan, dan pemerkosaan terjadi secara meluas, dengan perkiraan jumlah korban jiwa antara 100 ribu hingga 200 ribu orang akibat konflik, kelaparan, dan penyakit.
4. Tekanan Internasional dan Referendum
Tekanan internasional terhadap Indonesia terus meningkat, hingga pada 1999, Presiden B.J. Habibie menyetujui diadakannya referendum di Timor Timur.
Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih merdeka dari Indonesia, dengan lebih dari 78 persen suara mendukung kemerdekaan.
Hasil referendum ini diikuti oleh gelombang kekerasan oleh milisi pro-Indonesia yang tidak menerima hasil tersebut, menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa.