“Dulu, pada tahun 70-an akhir itu, Gus Dur pernah menhgalami masalah yang serius karena mendatangi undangan ceramah sebuah seminari di Malang. Itu dipersoalkan oleh para kiai-kiai. Kenapa Gus Dur kok mau mendatangi ceramah di Institusi Kristen,” terang Ulil.
Pria kelahiran Pati itu menjelaskan, kini gagasan dialog antaragama sudah tumbuh subur di semua agama. Contohnya, saat kunjungan Grand Syeikh pada beberapa waktu lalu di bulan Juli, PBNU membuat acara besar yang mengundang tokoh berbagai agama.
Acara tersebut bertajuk Interfaith and Intercivilizational yang digelar di Reception Hotel Pullman Central Park, Jakarta pada Rabu 10 Juli 2024 lalu yang diselenggarakan dalam rangka menyambut kedatangan Grand Syekh di Indonesia.
Lebih lanjut, mantan tokoh penting di Jaringan Islam Liberal (JIL) ini mengingatkan adanya peran penting Gereja Vatikan dalam Konsili Vatikan II yang memberikan pengaruh bagi umat beragama.
Sebagai aktivis NU yang bergerak di bidang interfaith, dirinya mengaku sudah belajar banyak dari Nostra-Aetate, salah satu dokumen yang menurutnya penting, tercantum di Konsili Vatikan II.
BACA JUGA:Gus Nadir Sindir 5 Kader NU Yang Temui Presiden Israel: Kunjungan Pribadi Tidak Bisa Jadi Alasan
“Kunjungan Paus ke Indonesia yang terjadi setelah Grand Syekh, bagi saya ini menandai betapa pentingnya dialog antarumat seagama, antaragama sehingga kita bisa menciptakan kehidupan yang dialogis, harmonis, dan toleran di masa-masa mendatang,” ujar putra KH. Abdullar Rifa’i ini.
“Romo Markus, selamat datang kepada Sri Paus ke Indonesia. Kami warga NU dan warga Nahdliyin menyambut dengan kegembiraan,” imbuh Ulil sekaligus menjadi penutup dari apa yang pria kelahiran 1967 itu ungkapkan dalam webinar tersebut.
*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, peserta Magang Regular di Harian Disway.