Keempat, demi meningkatkan kualitas produk serta layanan jasa keuangan.
BACA JUGA: Menyelesaikan Problem Pinjol dari Hulu
BACA JUGA: Hindari Regulasi, OJK Sebut Mayoritas Pelaku Pinjol Ilegal Pakai Server Luar Negeri
Berdasar pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa inklusi keuangan adalah suatu kondisi yang memungkinkan setiap orang untuk bisa mempunyai akses dalam memanfaatkan produk atau layanan jasa keuangan. Misalnya, melakukan pinjaman, mempunyai asuransi, tabungan, atau memanfaatkan produk transaksi digital seperti M-banking atau uang elektronik dari perusahaan tertentu.
Secara lebih luas, tujuan utama inklusi keuangan adalah menghindari adanya ketimpangan ekonomi di berbagai lapisan masyarakat. Mengapa demikian? Sebab, memanfaatkan inklusi keuangan berarti memudahkan setiap masyarakat untuk bisa mendapatkan akses produk atau layanan keuangan secara lebih menyeluruh untuk bisa digunakan secara baik.
BACA JUGA: Waspada! Salah Transfer Jadi Modus Baru Pelaku Pinjol Ilegal, Lakukan Ini Agar Terhindar
BACA JUGA: Dua Bulan Terakhir, OJK Blokir 585 Situs Pinjol dan Pinjaman Pribadi Ilegal
SINERGI
Berdasar survei terakhir yang dilakukan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2022, indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia menyentuh angka 85,10 persen, sedangkan indeks literasi keuangan menyentuh angka 49,68 persen.
Angka itu dinilai mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hasil survei yang sebelumnya pernah dilakukan OJK pada 2019. Ketika itu indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia menyentuh angka 76,19 persen, sedangkan literasi keuangan hanya menyentuh angka 38,03 persen (laporan berkala OJK 2023).
Ketika banyak masyarakat mempunyai literasi keuangan yang baik, mereka secara otomatis juga mampu memilih layanan keuangan yang tepat untuk diri sendiri. Dengan demikian, mereka bisa memanfaatkan layanan dan produk keuangan yang sesuai dengan kemampuan dan keperluannya untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan seperti penipuan atau terlilit utang bank.
Untuk meminimalkan praktik-praktik pinjol ilegal yang merugikan banyak korban, seyogianya pemerintah lebih mengintensifkan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan.
Terdapat enam usaha yang seharusnya menjadi fokus perhatian pemerintah.
Pertama, edukasi keuangan kepada masyarakat terkait tingkat risiko sebuah produk investasi dan asuransi.
Kedua, peningkatan akses ke fasilitas keuangan publik dengan birokrasi yang meringankan. Gagasan itu diharapkan dapat mengurangi masyarakat berinteraksi dengan kreditur pinjol bodong alias ilegal.
Ketiga, pemetaan informasi keuangan yang bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat, khususnya yang semula belum layak menjadi layak, atau yang dulunya unbankable menjadi bankable dalam mendapatkan akses layanan keuangan oleh institusi keuangan yang legal.