SIANG, pukul 13.00, saya harus sudah berada di rumah sakit untuk melakukan operasi. Kebetulan sopir pas terpakai semua. Seperti biasa, saya langsung memesan taksi online. Setelah memilih lokasi tujuan, pilihan yang keluar bermacam-macam. Mulai hemat, comfort, hingga priority.
Saya pilih saja comfort. Teringat ketika pesan yang hemat, lama sekali waktu pencariannya. Tidak lama kemudian, muncul jenis mobil dan pelat nomornya, Wuling Confero dengan pelat L....
Sesuai aplikasi, waktu tunggu 8 menit.
BACA JUGA: Risiko Sopir Taksi Online, Dirampok dan Dibunuh
BACA JUGA: Berkah Libur Nataru, Taksi Online Dapat Rp 1 Juta Sehari
Setelah mobil datang, saya langsung memasuki kabin. AC dingin, lumayan bersih, dan terlihat mobilnya belum terlalu lama. Dapat 10 menit perjalanan, sang sopir mengajak saya bicara, ia tahu saya dokter karena sering mengantar pasien-pasien saya ke praktik saya menurut ia. Saya kembali membuka diskusi, ”Ramai Pak kondisi taksi online sekarang?”
”Alhamdulillah, Dok, ramai” (panggilan ia ke saya langsung berubah dari yang tadinya pak).
”Saya dulu kerja sebagai rep farmasi, resign tahun 2017, lalu menekuni kerja sebagai driver taksi online,” ujarnya.
BACA JUGA: Tak Terima Ditampar, Driver Taksi Online di Surabaya Hajar Penumpangnya
BACA JUGA: PDOI JATIM Perjuangkan Subsidi BBM untuk Ojol dan Taksi Online
Sang sopir di masa jayanya, yakni era 2017, sempat memiliki tiga mobil untuk ditaksi-online-kan. Namun, dua mobilnya dilego ketika pandemi sehingga sekarang hanya punya satu mobil yang dikemudikan sendiri.
”Sudah banyak Pak tripnya sejak pagi?”
Dengan happy, ”Lumayan Dok, sudah 15 trip.”
Saya tanya lagi, ”Berapa sih Pak dapatnya gitu itu?”
Spontan dengan semangat ia menjelaskan, ”Misalnya, biaya Rp 20.000, maka Rp 7.500 untuk perusahaan aplikasi online-nya, yang Rp. 12.500 untuk driver-nya.”