Sebagai sebuah perhelatan raksasa, skala jangkauan dan keterlibatan peserta dari 66 negara dan puluhan kampus top dunia tentu menarik. Ini adalah kali pertama Universitas Airlangga dan Kota Surabaya menjadi tuan rumah salah satu konferensi internasional terbesar di dunia. ICAS Ke-13 mengusung konsep acara berupa conference festival yang tidak hanya mendiskusikan isu-isu akademik, tetapi juga melaksanakan berbagai acara kebudayaan yang bermanfaat bagi pengembangan Kota Surabaya.
Dalam pidato penyambutan para peserta di Taman Surya, Rektor Universitas Airlangga sempat pula memperkenalkan kekayaan wisata kuliner dan cagar budaya serta berbagai perkampungan yang unik di Kota Surabaya.
BACA JUGA: Kebanggaan Dikukuhkan sebagai Mahasiswa Baru Universitas Airlangga
BACA JUGA: Kuliah Umum Mahfud MD di Universitas Airlangga: Membangun Demokrasi yang Bermartabat
Pertama, Kota Surabaya yang merupakan kota terbesar nomor dua di Indonesia sangat kaya akan ragam makanan khas. Di Surabaya para peserta diharapkan dapat menikmati semanggi Suroboyo, rujak cingur, lontong balap, sate klopo, tahu campur, lontong kupang, dan lain sebagainya. Makanan khas Kota Surabaya itu bisa dinikmati di warung-warung pinggir jalan, di depot, bahkan di resto mewah dengan tampilan yang memesona serta cita rasa yang lezat.
Kedua, Kota Surabaya kaya akan bangunan-bangunan cagar budaya yang erat kaitannya dengan akar sejarah perkembangan Kota Pahlawan ini. Di berbagai sudut kota bisa dijumpai sekitar 250 bangunan gedung-gedung bersejarah peninggalan kolonial, bangunan bersejarah seputar perjuangan kemerdekaan, dan lain-lain.
Meski ada bangunan cagar budaya yang telah berubah menjadi bangunan modern, sebagian besar bangunan cagar budaya masih tegak berdiri dan dapat dijadikan jendela untuk memahami masa lalu Kota Surabaya.
Ketiga, sebagai kota yang multipluralis, para peserta diharapkan juga bisa menikmati keberadaan berbagai perkampungan khas Kota Surabaya. Di Surabaya ada kampung Arab, kampung Madura, kawasan pecinan Kembang Jepun, kampung Peneleh yang merupakan tempat kelahiran presiden pertama Indonesia, kampung UMKM bekas lokalisasi Dolly, dan lain sebagainya.
Kampung-kampung yang tersebar di Kota Surabaya itu adalah bagian dari kekayaan sosial-budaya yang bisa menjadi laboratorium penelitian sosial-budaya yang sangat beragam.
MASALAH KOTA
Sebagai sebuah ajang internasional yang bereputasi, ICAS sesungguhnya adalah salah satu upaya Unair dalam mewujudkan sustainable development goals (SDGs), terutama poin ke-17. Poin tersebut berfokus pada kemitraan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dalam berbagai sesi diskusi yang digelar, ICAS Ke-13 tidak hanya menghadirkan para akademisi yang membahas temuan penelitian mereka dari perspektif teoretis, tetapi juga dihadiri para praktisi dan perencana pembangunan kota yang memiliki pengalaman lapangan yang kuat. Seluruh peserta diharapkan dapat berdiskusi intens untuk mencari solusi dan memecahkan berbagai permasalahan pembangunan kota.
Dalam lima-sepuluh tahun terakhir, kita telah melihat bagaimana perkembangan kota di berbagai belahan dunia cenderung makin liar dan tidak terkendali. Kota-kota cenderung tumbuh makin gigantis dan megah, tetapi di saat yang sama kota-kota itu mulai kehilangan identitas budayanya. Kota-kota cenderung tumbuh seragam dan homogen sehingga tidak bisa dibedakan lagi karakteristik khas antara kota satu dengan kota yang lain sebagai bagian dari entitas budaya.
Pada titik itulah, perhelatan seperti ICAS Ke-13 diharapkan dapat memperluas kontribusi Universitas Airlangga dalam jejaring internasional sekaligus dapat melahirkan berbagai gagasan inovatif dalam pengelolaan kota yang tidak mengalienasikan warga kotanya sendiri.
”Selamat datang para peserta ICAS Ke-13. Selamat berdiskusi dan selamat menikmati kekayaan budaya Kota Surabaya.” Demikian sambutan rektor Universitas Airlangga menutup pidatonya di acara welcome dinner. (*)
Bagong Suyanto, dekan FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya.