BACA JUGA:Ngak Perlu Takut Mati Gaya, Intip Referensi Outfit untuk Badan Plus Size dari Influencer
"Setelah lulus, cari kerja. Masukin lamaran di berbagai perusahaan. Kalau dunia sosmed, paling-paling dulu cuma punya IG. Isine yo fotoku sing ayu-ayu tok sing tak uplot (Isinya foto-foto saya yang terlihat cantik saja yang diunggah, Red)," katanya.
Kemudian, dia diterima di sebuah perusahaan media. "Jadi, saya pernah punya pengalaman handle jurnalis juga. Lepas dari situ, saya kerja sebagai content creator TikTok di sebuah merchant ternama," terang alumni SMAK St Louis 1 itu.
Sebenarnya, konten-konten karya Evelyn saat itu cukup disukai oleh netizen. Hanya, atasannya kurang suka. "Saya kurang tahu kenapa ia tidak suka dengan konten saya. Tapi yang namanya konten, itu selera banget. Tahu-tahu saya diberhentiin gitu aja. Tanpa dikasih tahu kenapa," katanya.
BACA JUGA:Anies Dijuluki Abah Online, Influencer Surya Danna: Sekaligus Bapak Idaman Anak Muda
Ini Sosok Evelyn Hutani (2), Sebelum Terkenal, Pernah Berkarier Jadi Karyawan. Sebelum tenar sebagai influencer, Evelyn Hutani pernah berkarier menjadi karyawan.-Evelyn Hutani-HARIAN DISWAY
Setelah tak lagi bekerja, dia mencoba membuat konten untuk akun TikTok pribadinya. "Kalau emang kontenku jelek, jelas followers-nya enggak naik. Jadi ya awale coba-coba. Bahan pembuktian," ujarnya. Mulanya, dia mengunggah konten-konten yang random.
"Kabeh tak coba. Nguawur-ngawur wes (Semua saya coba. Ngawur-ngawur, Red). Mulai dari lypsync, dance, masak, parodi, semuanya. Tapi ternyata banyak disukai netizen. Terutama ketika saya berperan sebagai emak-emak. Itu banyak viewers-nya," ungkap anak kedua dari tiga bersaudara itu.
Setelah meraih cukup banyak followers, dia mulai mengonsep konten-kontennya. Karakter bahasa Cino Suroboyoan, atau jenis bahasa Jawa ala Surabaya yang kerap digunakan oleh masyarakat Tionghoa tetap dipertahankan. Termasuk diksi-diksi pisuhan atau umpatan yang tak vulgar. Seperti jambu, jangkrik, dan semacamnya.
BACA JUGA:Tip Cerdas Bermedsos ala Influencer Dakwah Kadam Sidik
Namun, di Surabaya, kata seperti jambu, jangkrik tidak hanya digunakan sebagai umpatan. Tapi kata-kata itu lebih bermakna sebagai sarana mengekspresikan diri. Entah terkejut, terkesima, kecewa, atau bahkan luapan rasa senang.
"Tapi justru itu yang membuat saya diberi julukan 'Mbak Jambu'. Soale sering ngomong jambu-jambu gitu. Malah nek ditanyakno ke orang tentang nama 'Evelyn', belum tentu semua orang tahu. Tapi nek 'Mbak Jambu', pasti tahu semua," ujarnya, kemudian tertawa.
Hingga kini, Evelyn merasa sangat nyaman dengan profesinya sebagai influencer. Itu membuatnya bebas berkarya. Tak terikat dengan deadline dan semacamnya.
BACA JUGA:Aprilia Sky, Duta Ibu Cerdas Ajak Sosialita-Influencer Arisan yang Bernilai
"Bukan berarti kerja kantoran tidak enak. Ya enak juga. Tapi biasanya terstruktur kan kerjanya. Nah, terus enaknya, nek kerja kantoran itu bayarannya sudah pasti," ungkapnya, kemudian tertawa.
Melalui karya-karyanya, Evelyn menginspirasi banyak orang. Bahwa anak muda bisa berprestasi, mandiri, dan mapan. Seperti telah disebutkan, seorang influencer harus punya kekhasan. Karakter. Itu yang membuat popularitas datang padanya. (Guruh Dimas Nugraha)