PASCAPILPRES dan pileg Februari 2024, tak lama lagi rakyat kembali Indonesia punya hajatan. Yakni pesta demokrasi pemilihan kepala daerah provinsi, kabupaten, dan kota (pilgub/pilbup/pilwali).
Sesuai jadwal Komisi Pemilihan Umum (KPU), perhelatan pilkada secara serentak akan dilaksanakan di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota seluruh tanah air. Tepatnya pada 27 November 2024.
Kendati pilkada dilaksanakan serempak, gaungnya tidak semasif hajatan pemilu pilpres dan pileg karena peserta atau calon yang akan maju pada kontestasi lebih sedikit.
BACA JUGA: Golkar Sudah Terbitkan 18 Surat Rekomendasi untuk Pilkada Jatim, Surabaya dan Sidoarjo Masih Proses
Namun, satu hal positif dan sangat penting yang diharapkan tiap kali diadakannya pilkada, pileg, ataupun pilpres adalah perputaran uang yang terjadi selama masa kampanye. Perputaran uang yang terjadi dalam pesta demokrasi senantiasa memicu pengaruh berganda di semua daerah.
Hasilnya, momentum pemilu secara langsung menggerakkan lokomotif perekonomian nasional. Letupan aktivitas ekonomi menuju pembentukan modal produk domestik bruto (regional maupun nasional) dari geliat kampanye pesta demokrasi membawa pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dari aktivitas pilpres yang lalu, Bank Indonesia mencatat jumlah uang yang beredar selama periode Februari 2024 mencapai Rp 8.739,6 triliun. Catatan angka tersebut mengalami kenaikan 5,3 persen jika dibandingkan dengan Februari 2023. Jelang mendekati musim persiapan kampanye di pada November 2023, uang yang beredar berjumlah Rp 8.573,6 triliun, tumbuh 3,3 persen secara tahunan.
BACA JUGA: Kado Lukisan Bung Karno, PDIP Jatim Isyaratkan Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jatim 2024
Berbeda dengan pileg, pada pilkada tahun 2018 yang lalu, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mencatat pengeluaran di 17 provinsi yang menyelenggarakan pilkada, perputaran uang selama pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak tahun 2018 mencapai Rp 25 triliun.
Angka tersebut bersumber dari dana yang digelontorkan pemerintah untuk menyelenggarakan pilkada sebanyak Rp 20 triliun serta dari kampanye pasangan calon yang menjadi peserta pilkada sebesar Rp 5 triliun.
Dana tersebut digunakan untuk mencetak kertas suara, logistik, biaya untuk membayar honor para petugas, serta biaya untuk masyarakat yang terlibat dalam pelipatan kertas suara.
BACA JUGA: Tolak Kursi Kabinet, Khofifah Pilih Ikut Pilkada Jatim
Kalkulasi kasarnya, rata-rata pengeluaran untuk kampanye mencapai Rp 75 miliar hingga Rp 150 miliar. Dana tersebut biasanya dialokasikan oleh pasangan calon untuk mencetak dan membeli flyer, spanduk, umbul-umbul, backdrop, kaus, stiker dan keperluan kampanye lainnya, sewa tenda, panggung, sound system, dan mendatangkan artis.
Efek ekonomi berganda itu terus menggerakkan sektor UMKM yang memiliki usaha keperluan yang berkaitan dengan kebutuhan kampanye pemilu.
Tak berhenti sampai di sana, bahkan sektor usaha informal dadakan yang hanya muncul di saat momen pilkada tumbuh bak jamur di musim hujan ikut kecipratan rezeki ”durian runtuh”.