BACA JUGA: Gerindra Berambisi Menangkan 24 Pilkada Jatim, Ini Daftar Kabupaten/Kota Sasarannya..
Demikian pula para pengusaha rental kendaraan. Mereka ikut menangguk keuntungan dari hasil sewa mobil untuk kegiatan parade konvoi kampanye.
Bahkan, beberapa kali dalam pelaksanaan pemilu, telah melahirkan peluang bisnis baru. Yakni, bisnis pengerahan massa konstituen bayaran untuk meramaikan kampanye para caleg, cabup, maupun cawali.
PILKADA JATIM
Provinsi yang memiliki luas wilayah daratan 88,70 persen atau 42.541 km persegi, sementara luas Kepulauan Madura 11,30 persen atau sebesar 5.422 km persegi. Dengan populasi berjumlah kurang lebih 41 juta jiwa, Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 29 kabupaten dan 9 kota, dengan ibu kota provinsinya yang terletak di Kota Surabaya.
Postur itu menjadikan Provinsi Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah kabupaten/kota terbanyak di Indonesia. Ditopang dengan pertumbuhan ekonomi pada kisaran rata-rata 4,6–5,4 persen (yoy) atau tumbuh lebih tinggi dari tahun ke tahun (3,57 persen, yoy). Sementara inflasi Jawa Timur berada di atas batas atas sasaran inflasi nasional 3±1 persen, yang diperkirakan turun di kisaran 6,1–6,5 persen (yoy) 2022/2023.
Perekonomian Jawa Timur tahun 2023 yang diukur berdasar produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 2.953,54 triliun dan PDRB per kapita mencapai Rp 71,12 juta.
Dinamika perekonomian provinsi yang memiliki slogan ”Jer Basuki Mawa Bea” itu makin menggeliat dalam menyongsong pilkada November nanti. Diprediksi perputaran uang pada masa kampanye pilkada serentak di Jatim lebih dari Rp 5 triliun sehingga dapat memberikan efek berganda yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Selain berasal dari belanja pemerintah yang berupa gelontoran dana penyelenggaraan pilkada dari Pemprov Jawa Timur yang mendekati Rp 1 triliun untuk operasional KPU dan Bawaslu, juga ditopang pengeluaran belanja setiap caleg, cabup, dan cawali yang total di kisaran angka Rp 100 miliar di setiap kabupaten/kota sehingga terdapat potensi sokongan dana pada perekonomian sekitar Rp 3,8 triliun yang masuk pada bidang advertising, percetakan, merchandising, event organizer, transportasi, dan akomodasi.
Fakta itu juga akan didukung dengan penguatan konsumsi melalui bantuan sembako dan tidak tertutup kemungkinan fresh money meski hal itu tidak dibenarkan secara aturan, tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa praktik tersebut lazim terjadi saat pesta demokrasi.
Berkah rezeki cipratan dari penyelenggaraan pilkada serentak di Provinsi Jatim sedikit banyak mampu menjelma sebagai katalisator di tengah lesunya perekonomian nasional.
Peningkatan konsumsi dan belanja pemerintah diharapkan bisa memicu pertumbuhan kutub-kutub pembentukan modal produk domestik regional bruto (PDRB) sehingga di saat yang sama juga menciptakan penguatan aspek daya beli masyarakat Jatim.
Dengan kata lain, efek berganda yang bermuara dari public spending menjelma sebagai ”pelumas” lokomotif ekonomi daerah untuk terus bergerak dinamis yang pada gilirannya bisa mengatrol pendapatan asli daerah (PAD). (*)
Sukarijanto, direktur di Institute of Global Research for Entrepreneurship & Leadership dan kandidat doktor di program S-3 PSDM Universitas Airlangga-Dok Pribadi-