HARIAN DISWAY - Pada 27 Agustus 2024, pemerintah Ukraina mengumumkan rencana untuk menunda sementara pembayaran surat hutang negara berdasar GDP ( Warrant - Gross Domestic Product) mulai dari 31 Mei 2025.
Keputusan ini dipublikasikan di laman resmi pemerintah Ukraina dan merupakan langkah strategis untuk menghadapi tekanan ekonomi yang semakin berat akibat perang Rusia di Ukraina.
Warrant GDP dan kewajiban utang negara pada swasta lainnya memang bukan merupakan bagian dari kesepakatan restrukturisasi utang negara yang diperkirakan akan diselesaikan oleh pemerintah negara yang sedang dilanda perang tersebut dalam waktu dekat.
BACA JUGA:AS-India Desak Rusia untuk Hentikan Serangan Udara ke Ukraina
Perang Rusia di Ukraina yang kini memasuki tahun ketiga telah membawa dampak signifikan pada ekonomi Ukraina.
Pemerintah Kyiv sangat bergantung pada bantuan keuangan asing untuk membiayai pembayaran sosial dan kemanusiaan.
Sebagian besar pendapatan negara Ukraina digunakan untuk biaya perang, sehingga mengurangi sumber daya yang tersedia untuk pembayaran utang lainnya.
Keluarga Ukraina menghabiskan waktu bersama di menit-menit terakhir sebelum berpisah.--getty images
Warrant GDP merupakan sebuah instrumen yang terkait dengan pertumbuhan output ekonomi negara dan diciptakan selama restrukturisasi utang Ukraina tahun 2015 setelah aneksasi Rusia atas Krimea.
Warrant ini dibuat sebagai imbalan bagi para kreditur untuk menanggapi krisis keuangan yang melanda negara tersebut.
Selain menunda pembayaran pada warrant GDP, pemerintah Ukraina juga akan menunda pembayaran untuk pinjaman dari Cargill Financial Services International Inc. mulai dari 3 September 2024.
Begitu pula dengan obligasi-obligasi yang dijamin pemerintah dari perusahaan listrik Ukraina, Ukrenergo, mulai dari 9 November 2024.
BACA JUGA:Serangan Udara Terbesar Rusia, Tujuh Tewas dan Infrastruktur Ukraina Hancur
Menurut laporan dari JPMorgan, seperti yang dilansir Reuters, Ukraina berhutang sekitar $2,6 miliar (40,8 triliun rupiah) pada warrant GDP ini.
Selain itu, sekitar $700 juta (10,8 triliun rupiah) adalah utang kepada perusahaan agribisnis raksasa Amerika Serikat Cargill.