Seri Sang Putra Fajar (20-habis): Mutiara Kemerdekaan dan Pancasila

Seri Sang Putra Fajar (20-habis): Mutiara Kemerdekaan dan Pancasila

Istana Gebang, rumah terakhir keluarga Bung Karno. Bangunan tersebut juga menjadi tempat istirahat Presiden Soekarno ketika berkunjung ke Blitar.-Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY

Berawal dari kesederhanaan dan keterbatasan. Soekarno muncul dengan kharismanya sebagai pemimpin. Semua itu tak datang dengan tiba-tiba. Tapi dari ketekunan, kesungguhan, dan kemauan untuk belajar. Hingga Sang Putra Fajar membawa Indonesia menuju merdeka.

Ruang tengah situs Istana Gebang, Blitar. Seorang pria berusia setengah abad dengan kruk di tangan kiri dan kanan. Ialah Agus Pristiono, guide situs tersebut. Sehari-hari, ia berdiri di ruang belakang Istana Gebang. Di dekat meja panjang dengan deretan kursi klasik.

Agus mengusap meja itu dengan perlahan. Lalu mendekapkan telapak tangan ke dadanya. "Di sini, di meja ini pernah ada momen penting. Dulu, awal tahun 1945, beberapa tokoh besar Blitar, tokoh PETA, berkumpul di meja ini. Duduk bersama Bung Karno," katanya.

BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (19): Benih Patriotisme Ditanam Sejak Kecil


Meja panjang di Istana Gebang, Blitar. Konon meja itu pernah digunakan para tokoh PETA dan Bung Karno untuk merencanakan pemberontakan.-Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY

Anda sudah tahu, PETA merupakan batalyon bentukan Jepang. Kesewenang-wenangan Dai Nippon telah sangat melukai mereka.

Rakyat tambah sengsara. Janji-janji merdeka tak kunjung diberikan. Yang ada seluruh warga diperas habis tenaganya. Dipekerjakan dengan tidak manusiawi.

"Bung Karno, Shodanco Soeprijadi, Shodanco Muradi, dan dr Ismangil. Mereka para prajurit PETA Daidan, Blitar. Tokoh-tokoh itu membicarakan rencana pemberontakan," ungkapnya. 

BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (18): Istana Gebang, Rumah Terakhir Keluarga Bung Karno

Soekarno sebenarnya memilih pendekatan diplomasi. Namun, karena melihat tekad para pejuang, ia menasihati untuk memperhitungkan dengan cermat tindakan tersebut.

Pertimbangannya adalah kekuatan yang tak seimbang. Antara prajurit PETA dan pasukan Jepang. Sehingga rasanya tidak mungkin pemberontakan itu dapat berhasil.

Hingga pada 14 Februari 1945 pukul 3 pagi, pemberontakan itu terjadi. Mereka banyak yang gugur dan tertangkap. Termasuk Shodanco Soeprijadi yang jejaknya tak diketahui hingga kini. 

BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (17): Pohon Kepuh Embrio Pancasila

"Meski begitu, bendera merah-putih berhasil dikibarkan untuk pertama kalinya di Kota Blitar. Tepatnya di Tugu Potlot, di dalam area Taman Makam Pahlawan Raden Widjaja," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway