Seri Sang Putra Fajar (19): Benih Patriotisme Ditanam Sejak Kecil

Seri Sang Putra Fajar (19): Benih Patriotisme Ditanam Sejak Kecil

Suasana ruang tengah Istana Gebang, Blitar. Terdapat foto-foto Soekarno dan keluarganya, berikut meja-kursi ruang keluarga di tengah.-Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY

Jiwa patriotik Soekarno tidak hanya berasal dari kecintaannya terhadap tanah air. Tidak pula muncul dari kegemarannya membaca buku. Pun, bukan hanya karena mendengar kisah-kisah pahlawan. Tapi kedua orang tuanya telah membentuknya sedari awal. Sejak kecil. Termasuk ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai.

Pertempuran melawan Sekutu dan Belanda sampai di Blitar. Tembak-menembak terjadi. Letupan demi letupan. Suara ledakan. Erangan di mana-mana. Namun, Ida Ayu Nyoman Rai (Idayu), tetap tenang menghadapi itu semua.

Di usianya yang telah senja, dia percaya bahwa putranya akan membawa tanah air menuju merdeka. Merdeka sepenuhnya. Dia pun percaya bahwa pejuang-pejuang itu kelak beroleh kemenangan. Idayu memilih berdoa. 

BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (18): Istana Gebang, Rumah Terakhir Keluarga Bung Karno

Hingga terdengar bisik-bisik para pejuang di belakang rumahnya. Di Blitar. Waktu itu tahun 1946. Idayu pun melangkah ke belakang. Di depan pintu belakang, dia melihat beberapa pejuang berlindung dengan senapan di tangan.

Dia memperhatikan mereka cukup lama. Tapi pejuang-pejuang itu tak kunjung melepas tembakan. Idayu merasa bahwa mereka tidak benar-benar ingin berperang. Sedangkan dari kejauhan, suara desing peluru dan ledakan semakin sering terdengar.


Kunjungan para siswa SDN Gandekan 4, Blitar, ke Istana Gebang. Mereka belajar sejarah terkait Bung Karno.-Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY

Kesabarannya habis. Idayu pun menghampiri mereka. Menghardik. "Kenapa tidak ada yang menembak? Kenapa tidak ada yang bertempur?" Serunya. Pejuang-pejuang itu terkejut. Kemudian bangkit berdiri. 

BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (17): Pohon Kepuh Embrio Pancasila

Belum habis keterkejutan mereka, Idayu memberi tatapan tajam. Kemudian tangannya menunjuk ke arah pertempuran. "Maju semua! Bunuh semua Belanda!" Hardiknya. Spontan, mereka pun berlari. Kembali berjuang.

Itulah kisah yang populer di lingkungan Istana Gebang, Blitar. Rumah keluarga Bung Karno yang kini telah menjadi cagar budaya dan museum. Pertempuran 1946 pun terjadi di belakang rumah tersebut. 

Dalam buku Penjambung Lidah Rakjat karya Cindy Adams, Soekarno pernah menyebut bahwa ayahnya, Raden Soekeni Sosrodihardjo adalah keturunan Sultan Kediri. Bahkan leluhurnya pernah berjuang bersama Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah. 

BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (16): Lika-liku Soekarno-Inggit

Sedangkan ibunya, konon merupakan keturunan pejuang Kerajaan Singaraja yang gugur dalam Perang Puputan di daerah Pantai Utara Bali. Maka, kisah kepahlawanan leluhur kedua orang tuanya telah ditanamkan dalam diri Soekarno sejak kecil. Itu yang membentuk jiwa patriotiknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway