Di tengah kekacauan dan kefanaan kata-kata manusia, ada kebutuhan akan sabda Allah, satu-satunya kompas bagi perjalanan kita, yang di tengah begitu banyaknya luka dan kehilangan, mampu menuntun kita menuju arti kehidupan sejati.
BACA JUGA: Jelang Misa Akbar Bersama Paus Fransiskus, Antusiasme Umat Katolik yang Datang ke GBK Makin Terasa
Saudara dan saudari, janganlah kita lupa hal ini: tugas pertama seorang murid bukanlah mengenakan jubah kerohanian yang sempurna secara luar, atau melakukan hal-hal luar biasa atau mengerjakan usaha-usaha besar.
Sebaliknya, langkah pertama terdiri dari tahu menempatkan diri di dalam mendengar satu-satunya sabda yang menyelamatkan, yaitu sabda Yesus. Seperti yang kita lihat dalam episode Injil, ketika Sang Guru menaiki perahu Petrus untuk sedikit menjauhkan diri dari danau dan dengan demikian bisa berkhotbah dengan lebih bagus kepada orang banyak (bdk. Luk 5:3).
Hidup iman kita berawal ketika kita menerima Yesus dengan rendah hati di atas perahu kehidupan kita, menyediakan ruang untuk-Nya, dan menempatkan diri dalam mendengarkan sabda-Nya dan dari situ kita berefleksi, diguncangkan, dan berubah.
BACA JUGA: Agenda Paus Fransiskus Hari Ini, Buka Dialog Kebhinekaan di Istiqlal dan Misa di GBK
Pada saat yang sama, sabda Tuhan menuntut untuk berinkarnasi secara nyata dalam diri kita: oleh karena itu, kita dipanggil untuk menghidupi sabda.
Sejatinya, setelah selesai berkhotbah kepada orang banyak dari atas perahu, Yesus berpaling kepada Petrus dan menantangnya untuk mengambil risiko dengan bertaruh pada sabda ini: "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan" (ay. 4).
Sabda Tuhan tidak hanya tetap tinggal sebagai gagasan abstrak yang indah atau hanya membangkitkan emosi sesaat. Sabda Tuhan menuntut perubahan cara pandang kita, membiarkan kita mengubah hati menjadi hati Kristus.
BACA JUGA: Paus Fransiskus Kunjungi Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar Ceritakan Tentang Terowongan Silaturahmi
Ia memanggil kita untuk berani menebarkan jala Injil ke lautan dunia, "berlari dengan risiko menghidupi kasih yang telah la ajarkan kepada kita dan yang telah la hidupi terdahulu.
Juga kepada kita, Tuhan, dengan kekuatan yang membakar dari sabda- Nya, mengundang kita untuk membuka jalan kehidupan, untuk melepaskan diri dari pantai-pantai mandek kebiasaan-kebiasaan buruk, dari rasa takut dan suam-suam kuku, serta berani untuk menjalani kehidupan baru.
Tentu saja, selalu akan ada kesulitan-kesulitan dan alasan-alasan untuk mengatakan tidak. Tetapi, marilah kita melihat sekali lagi sikap Petrus: datang dari satu malam yang sulit ketika la tidak menangkap apa-apa, lelah dan kecewa.
BACA JUGA: Jelang Misa Akbar Bersama Paus Fransiskus, Antusiasme Umat Katolik yang Datang ke GBK Makin Terasa
Tetapi, daripada tinggal seolah-olah dilumpuhkan di dalam rasa hampa atau terhalang oleh kegagalannya sendiri, ia berkata: "Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa. Tetapi atas perintah-Mu aku akan menebarkan jala juga" (ay. 5).
Atas perintah-Mu aku akan menebarkan jala juga. Kemudian, sesuatu yang mengejutkan terjadi, yakni mukjizat penuhnya perahu dengan ikan sampai hampir tenggelam (bdk. ay. 7).