"Menarget jurnalis dengan cara ini selalu bertujuan untuk menghapus kebenaran dan mencegah orang mendengar kebenaran," kata Omari.
Kementerian Luar Negeri Palestina mengutuk serangan tersebut sebagai "pelanggaran mencolok" terhadap kebebasan pers.
Menurut Mohammed Abu al-Rub, direktur kantor media Otoritas Palestina "menegaskan upaya pendudukan (Israel) untuk mengganggu kerja media dalam menyampaikan pelanggaran pendudukan terhadap rakyat Palestina," kata al - Rub yang memiliki kendali administratif sebagian di Tepi Barat tersebut.
BACA JUGA:Buntut Ledakan Pager-Walkie Talkie, Turkiye Tuduh Israel ingin Serang Lebanon setelah Gaza
Asosiasi Pers Asing di Israel dan Wilayah Palestina menyatakan keprihatinannya atas eskalasi ini. Sementara Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mendesak Israel untuk berhenti ‘melecehkan’ Al Jazeera.
"Upaya Israel untuk menyensor Al Jazeera sangat merusak hak publik atas informasi tentang perang yang telah menjungkirbalikkan begitu banyak kehidupan di wilayah tersebut," kata direktur program CPJ, Carlos Martinez de la Serna, dalam sebuah pernyataan.
Pada April lalu, parlemen Israel mengesahkan undang-undang yang memungkinkan pelarangan media asing yang dianggap mengancam keamanan nasional.
Berdasarkan undang-undang ini, Israel pada Mei lalu memutuskan melarang Al Jazeera menyiarkan dari Israel. Yang perpanjangannya baru-baru ini kembali diberlakukan.
BACA JUGA:Palestina Dapat Kursi di Sidang Majelis Umum PBB, Israel Meradang
Meski demikian, siaran Al Jazeera dari Tepi Barat dan Gaza terus berlanjut. Koresponden Al Jazeera, Nida Ibrahim, menyebut bahwa penutupan ini tidak mengejutkan. Mengingat ancaman penutupan sebelumnya juga datang dari pejabat Israel.
Kantor media Hamas di Gaza juga mengutuk serangan Israel, menyebutnya sebagai "pelanggaran terang-terangan" terhadap kebebasan pers. Qatar, yang mendanai Al Jazeera, juga mengecam tindakan ini.
*) Elsa Amalia Kartika Putri, Mahasiswi Politeknik Negeri Malang, Mahasiswi Program Magang Regular di Harian Disway