SURABAYA, HARIAN DISWAY - Isu seputar kesehatan mental perlahan-lahan mulai mendapat perhatian serius dari publik. Bahkan gencar dikampanyekan di media sosial.
Tentu kabar yang menggembirakan. Fenomena ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat akan gangguan mental mengalami peningkatan.
Tidak lagi dipandang sebelah mata daripada kesehatan fisik. Tidak lagi mendapat celetukan nyelekit, "Alah lebay, gitu aja depresi."
Anda sudah tahu, gangguan mental tidak memandang usia. Anak-anak, remaja, dewasa hingga lansia bisa mengalaminya.
Bukan hanya usia, gangguan mental juga tidak mengenal profesi. Sekalipun profesinya sebagai dokter, tak menjamin akan kebal terhadap gangguan mental.
BACA JUGA: FK Unair Gaungkan Zero Bullying untuk Ciptakan Lingkungan Pendidikan Sehat
Founder ESQ Leadership Center Ary Ginanjar Agustian mengatakan, santernya isu kesehatan mental telah diprediksi olehnya sejak seperempat abad yang lalu.
Menurut Ginanjar, kecerdasan intelektual tidak cukup menjadi bekal untuk menjalani hidup. Perlu didukung dengan kecerdasan emosional dan spiritual.
“Sekarang (isu kesehatan mental, Red) menggema di mana-mana. Ini membuktikan kecerdasan intelektual tidak cukup menjalankan profesi apapun,” ujarnya, ketika ditemui di Kampus A Universitas Airlangga, Surabaya, Sabtu, 5 Oktober 2024.
Kecerdasan Spiritual dan Emosional: Bekal Penting bagi Dokter dalam Menangani Pasien. Founder ESQ Leadership Center Ary Ginanjar Agustian di Press Conference Dies Natalis FK Unair ke-70, Surabaya, Sabtu, 5 Oktober 2024.-Angelita Ariko Pinkan-Harian Disway -
Ginanjar lantas memberikan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah gangguan mental di lingkungan pendidikan tinggi. Khususnya fakultas kedokteran.
Pertama, kampus membekali calon-calon dokter dengan kompetensi mengolah rasa atau emosi. Dengan kecerdasan emosional, mereka bisa merespons segala sesuatu dengan cepat dan tepat.
"Meski ada tekanan besar, responsnya tetap positif. Orang yang bunuh diri itu bukan karena tekanan eksternal. Tetapi karena secara internal dia tidak mampu mengolah pikirannya,” tambahnya.
BACA JUGA:Dokter PPDS Undip Bunuh Diri, PB IDI Minta Ada Dukungan Kesehatan Mental Untuk Peserta PPDS
Langkah berikutnya, kampus harus lebih selektif untuk meminimalisir salah jurusan. Dengan begitu, mahasiswa bisa merasa nyaman karena belajar sesuai kompetensi.