Gagasan modernisasi yang berasal dari Barat disemai di sekolah-sekolah dan disebarluaskan kepada masyarakat luas. Penggunaan bahasa Melayu di sekolah-sekolah telah menjadikan bahasa tersebut sebagai alat untuk mencapai kemajuan.
Bahasa Melayu telah memperoleh kedudukan sebagai bahasa modern dan telah dipakai sebagai alat berpikir dan berbuat dalam konteks modernisasi.
Bahasa Melayu juga telah dipakai sebagai bahasa untuk buku-buku bacaan rakyat. Sejak akhir abad ke-18, Belanda telah menerbitkan buku bacaan rakyat yang awalnya terbatas untuk bacaan anak-anak dengan berbahasa Melayu.
Buku paling awal adalah Hikajat Isma Jatim (Hikayat Isma Yatim) dan diterbitkan ulang di Batavia pada 1825. Buku tersebut merupakan bacaan tambahan untuk anak-anak yang sekolah di sekolah-sekolah Melayu. Sejak abad ke-19, penerbitan swasta bermunculan di kota-kota besar yang mendukung penerbitan bacaan rakyat.
Perkembangan penerbitan bacaan rakyat berbahasa Melayu mengalami peningkatan sangat tinggi sejak pemerintah kolonial Belanda membentuk Commissie voor de Inlandsche School-en Volkslectuur (Komisi untuk Bacaan Sekolah Bumiputra dan Bacaan Rakyat) tanggal 14 September 1908 yang awalnya diketuai G.A.J. Hazeu.
Langkah pemerintah Belanda untuk mulai menangani bacaan bagi rakyat dilandasi pertimbangan bahwa pada awal abad ke-20 telah muncul kelompok bumiputra terdidik, terutama untuk memelihara kepandaian membaca, memenuhi kegemaran membaca, dan menambah bacaan mereka.
Bacaan rakyat menjadi makin mudah tersebar karena tahun 1917 pemerintah Belanda mendirikan Kantor Bacaan Rakyat (Kantoor voor de Volkslectuur) dengan nama Balai Poestaka yang bertugas menerbitkan berbagai buku untuk bacaan anak-anak sekolah serta buku-buku untuk masyarakat.
Lembaga itu dipisahkan dengan lembaga induknya, yaitu Komisi untuk Bacaan Sekolah Bumiputra dan Bacaan Rakyat, agar fokus untuk menerbitkan bacaan rakyat, tidak bercampur dengan penerbitan buku untuk sekolah. Menyusul kebijakan tersebut, di berbagai daerah didirikan Taman Poestaka.
Dengan begitu, pada 1930-an berdiri ratusan Taman Poestaka di berbagai daerah dengan jenis buku yang beragam, mulai buku berbahasa Belanda, bahasa daerah, hingga tentu saja buku-buku berbahasa Melayu. Tahun 1925 Balai Poestaka melakukan terobosan baru dengan mengadakan empat mobil keliling yang menjajakan dan meminjamkan buku.
Balai Poestaka melakukan banyak sekali reproduksi bahan bacaan untuk masyarakat, baik untuk anak-anak maupun bacaan umum. Ratusan cerita rakyat ditulis ulang dan diterbitkan.
Karangan-karangan baru yang ditulis para penulis bumiputra diterbitkan. Setiap tahun Balai Poestaka menerbitkan 350 buku. Beberapa buku seri bacaan anak yang diterbitkan Balai Poestaka, antara lain, Si Doel Anak Betawi (1936), Sepoeloeh Tjerita Kanak-Kanak (1935), dan Si Samin (1924).
Selain Balai Poestaka, penerbit-penerbit swasta berperan aktif menerbitkan bacaan berbahasa Melayu. Salah satu penerbit terkemuka pada awal abad ke-20 adalah J.B. Wolters. Penerbit itu banyak sekali menerbitkan buku pelajaran sekolah dan buku-buku bacaan berbahasa Melayu.
Sampai tahun 1960-an, sebagian besar buku pelajaran dan bahan bacaan masih diterbitkan oleh penerbit-penerbit yang sudah eksis sejak zaman kolonial Belanda. Bahasa Melayu menjadi makin berkembang karena penggunaannnya yang kian luas dan tidak terbatas pada buku pelajaran dan buku bacaan saja.
Tahun 1928 para pemuda berikrar mentransformasikan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia dan menjadikannya bahasa persatuan. Ketika Indonesia merdeka, bahasa Melayu benar-benar telah berubah menjadi bahasa Indonesia dan menjadi bahasa negara.
Sejak para pemuda menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada ikrar Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia telah berkembang tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat untuk mencapai kemajuan bangsa Indonesia.
Hampir semua unsur kehidupan di Indonesia saat ini telah menggunakan bahasa Indonesia dalam operasionalnya. Saat ini bahasa Indonesia telah digunakan sebagai alat komunikasi dengan jangkauan yang amat luas dengan jumlah penutur melebihi 200 juta. Bahasa Indonesia termasuk bagian dari 10 bahasa dengan penutur terbesar.