Bahasa sebagai Pembentuk Peradaban (3-Habis): Perangkai Keindonesiaan

Senin 07-10-2024,07:03 WIB
Oleh: Purnawan Basundoro*

Surat kabar berbahasa Melayu yang memiliki sifat keindonesiaan yang kuat adalah Medan Prijaji yang terbit pertama tahun 1907. Medan Prijaji telah membawa suatu kesadaran nasionalisme Indonesia sebagai sebuah ideologi kebangsaan yang mampu memengaruhi dan menggerakkan semangat perjuangan kaum bumiputra untuk melawan kolonialisme Belanda. 

Bahasa Melayu digunakan sebagai alat untuk membangun kesadaran tersebut, sekaligus menjadi alat untuk menyebarkannya ke seluruh jangkauan surat kabar itu. Bahasa Melayu telah menjelma menjadi alat untuk merangkai keindonesiaan ketika Indonesia masih dijajah Belanda dan masih terpecah-belah dalam entitas-entitas kecil.  

Medan Prijaji dipimpin Tirtoadisurjo. Ia menjadikan surat kabar untuk menggalang opini dan pendapat umum tentang ideologi kebangsaan Indonesia. Surat kabar itu hanya bertahan beberapa tahun karena keburu Tirtoadisurjo ditangkap Belanda dan dibuang ke Lampung karena tulisan-tulisannya yang menentang kolonialisme Belanda.

BACA JUGA: Zaman Adam Ditandai Munculnya Bahasa Manusia

BACA JUGA: Bahasa Indonesia Itu Unik

Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa surat kabar telah meneguhkan bahasa tersebut sebagai bahasa modern dan alat modernisasi. Surat kabar pada waktu itu merupakan salah satu media komunikasi paling modern karena media massa yang lain belum ada. 

Pada saat yang sama, bahasa Melayu telah diposisikan sebagai bahasa ”nasional” walaupun belum dianggap sebagai bahasa pemerintahan. Bahasa resmi dalam penyelenggaraan pemerintahan tentu saja bahasa Belanda karena waktu itu yang sedang memerintah adalah kolonial Belanda. 

Orang-orang Tionghoa yang lahir di Nusantara sangat aktif dalam membantu pertumbuhan surat kabar berbahasa Melayu. Pada umumnya mereka memodali penerbitan surat kabar tersebut.

BACA JUGA: Dari Pemartabatan Bahasa hingga Pahlawan Nasional

Bahasa Melayu juga menjadi bahasa pengantar di lembaga pendidikan modern. Lambaga pendidikan modern di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Pada awalnya lembaga pendidikan yang didirikan Belanda tentu saja untuk kepentingan mereka di Indonesia. 

Lembaga pendidikan tersebut mulai didirikan pada masa VOC, terutama untuk melatih anak-anak keluarga pegawai VOC yang ditugaskan di kawasan Indonesia pada waktu itu agar mengenal pengetahuan dasar dan budi pekerti. Sekolah dasar Belanda pertama didirikan di Batavia tahun 1617 yang disebut Batavische School. 

Lembaga pendidikan mengalami perkembangan pesat setelah terbentuk pemerintahan Hindia Belanda yang menggantikan peran VOC. Namun, hampir semua lembaga pendidikan yang dibentuk Belanda berbahasa Belanda, mulai tingkat dasar sampai menengah. 

Barulah pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda membentuk lembaga pendidikan untuk bumiputra yang sebagian menggunakan bahasa pengantar bahasa Melayu. 

Pada awal abad ke-20 sekolah-sekolah yang menggunakan bahasa Melayu (dan bahasa daerah), antara lain, Sekolah Bumiputra (Inlandsche School) kelas II (tweede klasse), dengan lama sekolah lima tahun; Sekolah Desa atau Sekolah Rakyat (Volksschool) dengan lama pendidikan tiga tahun; dan Sekolah Lanjutan (Vervolgschool) yang merupakan kelanjutan dari Volksschool.

Penggunaan bahasa Melayu di dunia pendidikan mengalami perluasan setelah golongan bumiputra secara swadaya mendirikan sekolah-sekolah seperti sekolah Muhammadiyah, Taman Siswa, Sekolah Kartini, dan lain-lain. 

Sekolah Taman Siswa pernah mendapat hambatan dari pemerintah kolonial dengan diterbitkannya ordonansi sekolah liar, tetapi akhirnya bisa diatasi. Lembaga pendidikan atau sekolah adalah tempat dikembangkannya ide-ide modernisasi. 

Kategori :