Demokrasi Digital dan Partisipasi Pemilih

Minggu 20-10-2024,05:33 WIB
Oleh: M. Fadeli*

TANGGAL 22 September 2024 KPU provinsi dan kabupaten/kota telah menetapkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota. 

Mereka akan berkontestasi pada pilkada serentak 27 November 2024. Sebelum menentukan pilihan, masyarakat akan disuguhi berbagai informasi tentang apa dan siapa calon kepala daerah lima tahun mendatang. 

Kampanye merupakan tahapan pilkada untuk mengenalkan diri pasangan calon kepala daerah kepada masyarakat calon pemilih dilaksanakan pada 25 September hingga 23 November 2024. 

BACA JUGA:Kotak Kosong dalam Demokrasi

BACA JUGA:Demokrasi Membutuhkan Etika

Kampanye politik merupakan sarana edukasi pada konstituen. Sebab, masyarakat akan mendapatkan informasi tentang visi, misi, dan program. Harapannya, masyarakat sebanyak-banyaknya terpapar informasi janji-janji kampanye. 

Hanya, masalahnya, bagaimana efektivitas kampanye para calon kepala daerah sehingga masyarakat tertarik dan memutuskan datang di bilik suara untuk mencoblos.

Di era keterbukaan informasi dan komunikasi, sangat memungkinkan pemilih mengakses informasi siapa calon kepala daerah. Dengan demikian, pemilih dapat mengikuti perkembangan mutakhir, mengenai isu, dan program-program yang ditawarkan. 

BACA JUGA:Merawat Demokrasi, Menghidupkan Oposisi

BACA JUGA:Demokrasi dan Kekuasaan: Antara Maslahat dan Mafsadat

Maka, pemilih memiliki keberdayaan dalam menilai, membandingkan kredibilitas kandidat, sebelum akhirnya menyatakan pilihan. Keterbukaan informasi merupakan proses demokratisasi menuju civil society

Pasalnya, hakikat demokrasi adalah pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan kekuasaan melalui kesempatan dan keterbukaan komunikasi. Komunikasi merupakan tulang punggung demokrasi. 

Prasyarat demokratisasi adalah apabila masyarakat memiliki kebebasan mendapatkan informasi dan berkomunikasi tanpa hambatan. 

Tahapan kampanye pada pilkada serentak 2024 hendaknya menjadi pendidikan politik, bukan lagi mobilisasi massa seperti era-era sebelumnya. Yakni, arus komunikasi politik tidak hanya terjadi secara vertikal antara kandidat dan konstituennya, tetapi juga dapat terjadi secara horizontal. 

BACA JUGA:Mengoreksi Pesta Demokrasi agar Tak Menyakiti Bumi

Kategori :