Kemenangan Trump: Doktrin ”America First” dan Implikasinya ke Pasar Global

Jumat 08-11-2024,16:03 WIB
Oleh: Sukarijanto*

Ketidakpastian yang dihasilkan dari langkah-langkah kebijakan Trump kerap kali mengakibatkan fluktuasi signifikan di pasar saham, nilai tukar mata uang, dan harga komoditas.

Doktrin ”America First” yang berfokus pada asas proteksionis dan hubungan bilateral yang agresif dengan karakteristik yang bertumpu pada peningkatan tarif impor kepada lawan dagang dapat memperkuat industri manufaktur dalam negeri. 

Namun, kebijakan itu juga berisiko mengisolasi Amerika Serikat dari pasar global. Menurut Bank Dunia, kebijakan proteksionisme di era Donald Trump pernah terjadi dan berdampak pada pengurangan PDB global sebesar 0,3 hingga 0,4 persen.

IMPLIKASINYA KE PASAR INDONESIA

Sejumlah ekonom memprediksi, perekonomian global tidak akan membaik jika Donald Trump yang kembali terpilih menjadi presiden. Hal tersebut tentu juga akan memengaruhi perekonomian Indonesia. 

Terdapat dua hal ketegangan yang sangat mungkin terjadi, yakni transaksi perdagangan dan sektor investasi. 

Biro Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2024 menunjukkan bahwa kinerja perdagangan Indonesia cukup mengagumkan dengan mengalami surplus selama 50 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. 

Surplus yang terbentuk pada Mei 2024 ini terutama berasal dari neraca perdagangan Indonesia disokong oleh surplus perdagangan dengan AS tercatat mencapai USD 1,21 miliar dan diikuti negara sekutu AS, yakni Jepang dengan surplus mencapai USD 0,74 miliar. 

Diketahui pula, neraca perdagangan barang yang surplus tersebut berasal dari kinerja ekspor yang mencapai USD 22,33 miliar atau naik 13,82 persen (month-to-month/mtm) dan 2,86 persen (year-on-year/yoy).  

Sementara itu, nilai impor mencapai USD 19,40 miliar, naik 14,82 persen (mtm), tetapi turun 8,83 persen (yoy). Surplus neraca dagang Juni 2024 ditopang oleh surplus dari sektor nonmigas yang nilainya USD 4,43 miliar. 

Komoditas penyumbang surplus terutama adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan, serta besi dan baja. 

Raihan surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS secara implisit merupakan konsekuensi logis kebijakan Negeri Paman Sam di era Biden sangat menguntungkan posisi Indonesia. 

Dan, kisah ”berkah ekonomi” Indonesia di era Biden boleh jadi tidak akan terulang di era Trump. 

Sebagaimana yang telah dilakukan di era 2016–2020, langkah proteksionisme Trump diprediksi akan memicu kembali perang dagang yang lebih luas, mengganggu rantai pasok global, dan memantik perlambatan ekonomi dunia, termasuk meningkatkan volatilitas mata uang rupiah di pasar valuta asing. 

Sementara itu, dari sisi kebijakan moneter, kebijakan Trump yang sebelumnya cenderung mendorong suku bunga rendah melalui tekanan pada Federal Reserve dapat menciptakan volatilitas tinggi di pasar valuta asing. 

Bank Indonesia (BI), seyogianya secara antisipatif, harus proaktif melakukan intervensi yang lebih agresif untuk menjaga stabilitas rupiah. 

Kategori :