"Di lereng gunung, antara pariwisata, kuliner, dan seni berkolaborasi. Wisatawan dapat menikmati keindahan alam yang berpadu dengan wisata kuliner dan pertunjukan budaya. Harapannya ini bisa mengangkat perekonomian lokal,” jelasnya.
Inisiatif mantan Wali Kota Surabaya dan Menteri Sosial RI tersebut disambut antusias oleh berbagai kalangan, terutama seniman yang selama ini merasa kesulitan menemukan ruang eksplorasi yang memadai.
Cak Taufik Monyong, seorang seniman dari Surabaya, menekankan bahwa seniman tidak selalu membutuhkan bantuan materi, tetapi lebih kepada ruang dan kesempatan untuk menampilkan karya.
"Intervensi bantuan bukanlah hal utama bagi kami, yang penting adalah diberikan ruang. Di Surabaya, kadang sulit sekali mencari tempat untuk kami berkreativitas, ataupun mencari dan membeli perlengkapan kesenian tari. Kami membutuhkan pasar itu," sebutnya.
Keluhan serupa juga disampaikan oleh mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa), yang merasa terhambat dalam mengekspresikan kreativitas mereka.
BACA JUGA:Risma Janjikan Laboratorium Komputer dan Insentif Guru Ngaji di Pondok Pesantren Jatim
BACA JUGA:Risma dan Gen-Z Jatim, Membangun Masa Depan Lewat Eksperimen
Salah satu mahasiswa jurusan seni di Unesa mengungkapkan pentingnya lebih banyak ruang untuk berkarya dan bereksperimen.
“Kurangnya tempat untuk mengeksplorasi kreativitas kami membuat potensi-potensi seni yang kami miliki sulit berkembang. Kami sangat membutuhkan ruang agar dapat semakin mengeskplorasi ide-ide kreatif kami," tuturnya.
Masalah keterbatasan ruang untuk seni memang telah lama menjadi isu di Jawa Timur. Beberapa seniman mengeluhkan minimnya tempat pertunjukan dan ruang eksplorasi.
Dengan wacana yang diusulkan Risma, diharapkan seniman dapat lebih bebas berekspresi tanpa khawatir soal tempat dan kesempatan untuk tampil. (*)